Showing posts with label parenting. Show all posts
Showing posts with label parenting. Show all posts

Friday, June 1, 2018

Menumbuhkan Kecintaan, Mengenalkan Syariat, Keajaiban Sains

ARTIKEL 1

FB Harry Santosa

Makna Adab bagi Anak Usia Dini

Balita atau usia dini itu memang belum saatnya harus beradab dalam arti tertib dan disiplin. Adab di usia dini itu gairah melakukan kebaikan, bukan sempurna melakukan kebaikan. Banyak orangtua atau guru, ingin anak anaknya segera beradab sejak dini, tanpa tahu makna adab, walhasil kelak menjumpai anaknya malah tak beradab ketika besar.

Misalnya Adab pada Ilmu di usia dini berbeda dengan adab pada ilmu di usia setelahnya. Di usia dini, adab pada ilmu bukanlah duduk diam tertib santun mendengarkan guru, tetapi adalah gairah dan cinta pada buku, gairah pada kisah kisah tokoh ilmuwan, gairah keseruan bermain di alam terbuka dengan menyentuh, meraba, berlarian bereksplorasi dstnya.

Sholat adalah adab kpd Allah, bahkan baru diperintah ketika usia 7 tahun, bukan sejak dini. Apakah Allah lalai mengadabkan anak usia dini? Subhanallah, Allah Maha Tahu bahwa fitrah anak usia dini belum saatnya diperintah dengan formal. Adab pada usia dini bukan tertib dan disiplin, tetapi gairah kecintaan untuk melakukan kebaikan walau tak sempurna.

Begitupula dengan Berpuasa atau shaum, bagi anak usia dini, shoum itu bukan harus puasa sehari penuh, tetapi jadikan keseruan Ramadhan dalam aktifitas keseharian, misalnya gairah ketika bangun sahur bersama dengan makanan kesukaan di tenda di halaman rumah, antusias ketika jalan bersama ayah ke masjid sambil bernasyid walau sampai masjid ia main atau tertidur, semangat ketika masak bareng bunda menu berbuka puasa yg unik, keseruan ketika berbuka bersama dan bertarawih dstnya.

Begitupula "Berzakat" apakah kita mewajibkan anak usia dini tertib berzakat? Tentu tidak bukan, tetapi gairah berkunjung ke panti asuhan dan berbagi hadiah pada anak yatim, membagikan ta'jil kepada orang lewat, mengantarkan makanan ke tetangga, dstnya.

Jadi ayah bunda, turunkan ekspektasi, jangan artikan adab sebagai disiplin formal dan etika untuk anak usia dini, jangan tergesa mengadabkan shg harus sempurna dan tertib, jangan gunakan ukuran orang dewasa, nanti anak malah membenci adab sepanjang hidupnya.

Shabar saja utk membuatnya cinta pd kebaikan, teladankan saja adab itu pada ananda usia dini hingga berbinar matanya, hingga asik bahagia gesturnya.... kelak kau kan menyaksikan betapa ananda akan bergairah untuk beradab sepanjang hidupnya

Salam Pendidikan Peradaban

#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah

https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa/posts/10216012758501908


ARTIKEL 2

Kecil-Kecil Berpuasa

Generasi salaf adalah generasi teladan. Muslim maupun muslimahnya, orang dewasa maupun anak kecilnya, dalam perkara ibadah maupun muamalah.

Di antara bentuk keteladanan generasi salaf adalah melatih anak kecil yang belum mukallaf untuk turut beribadah bersama kaum muslimin. Salah satu ibadah tersebut adalah puasa.

Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz; dia berkata, “Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi hari asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah.

من كان أصبح صائما فليتمّ صومه ومن كان أصبح مفطرا فليتمّ بقية يومه

‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa, hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa (sudah sarapan), hendaknya menahan (makan dan minum) sampai selesai.’

Setelah adanya pengumuman itu, kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan puasa. Kami juga mengajak mereka ke masjid dan memberikan mereka mainan dari kulit (wol). Jika mereka menangis karena lapar, kami menyodorkan mainan sampai waktu berbuka puasa tiba.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selengkapnya di https://muslimah.or.id/5692-kecil-kecil-sudah-berpuasa-tips-melatih-anak-kecil-berpuasa.html


DISKUSI (SINGKAT)

Tampaknya, kedua artikel diatas sedikit "bertentangan"... walau tentu saja sebenarnya antara keduanya bisa dikompromikan. Tapi saya sedang tidak ingin membahas bagaimana mengkompromikan kedua artikel itu, saya sedang ingin membahas mengapa saya lebih condong kepada artikel 1 daripada artikel 2. Dengan sedikit membuka aib, saya harus membuat pernyataan bahwa saya adalah "korban" pemaksaan syariat sebelum penumbuhan cinta dituntaskan. Di masa kecil saya lebih dahulu diharuskan belajar tentang syariat sebelum kecintaan terhadap agama tumbuh. Hasilnya, sampai saat ini bisa jadi saya tahu hukum2 syariat ini itu tetapi untuk menerapkannya dalam kehidupan pribadi suliiit sekali. Kalau di komunitas jiwa sehat Indonesia mungkin saya ini dianggap punya gangguan mental emosional, dan bisa jadi memang benar karena: Jika orang lain marah kemudian mengucap istighfar katanya akan mengurangi kemarahannya, tapi buat saya? jika saya sedang marah dan ada yang (menyuruh) mengucap istighfar, saya malah tambah marah! (imagine that!)

Ketika saya mulai dewasa dan sudah tidak "dipaksa" mempelajari agama, saya baru mencari apa yang membuat saya stay a muslim and maybe start to love Islam. Sampai akhirnya saya menemukan buku keajaiban ilmiah dalam Quran (dulu buku seperti ini masih jarang sekali ada).

Di Ramadan 1439 H (m. 2018 AD) ini, saya suka sekali membaca ayat2 sains, dan bagaimana ayat2 tersebut bisa mendeskripsikan detil2 sains yang belum ditemukan -hasn't been discovered by modern science- pada tahun m. 632 AD (anno domini, 632 years after Jesus born). Dan bagaimana ayat2 sains yang saat ini (present) kebanyakan sudah dibuktikan kebenarannya menggunakan metodologi ilmiah oleh para ilmuwan, disandingkan dengan ayat2 prediksi masa depan (future) tentang kejadian2 setelah manusia meninggalkan dunia ini. Well, mudah2an setelah ini saya mendapat sedikit lebih banyak energi dan kemudahan untuk menerapkan lebih banyak ilmu yang sudah saya pelajari secara teori ke dalam praktek (aamiin yaa rabbal 'aalamiin).

Aaand... contact me if you want to know how to compromise -mengkompromikan kedua artikel tersebut diatas- I might have the mood to have a chat about it.

Tuesday, June 28, 2016

NEGERI TANPA AYAH

🌀 NEGERI TANPA AYAH 🌀
🔸 by : Ust Bendri Jaisyurrahman (@ajobendri)

⚽ 🏃 1| Jika memiliki anak sudah ngaku-ngaku jadi AYAH, maka sama anehnya dengan orang yang punya bola ngaku-ngaku jadi pemain bola

🐣 2| AYAH itu gelar untuk lelaki yg mau dan pandai mengasuh anak bukan sekedar 'membuat' anak

🌗 3| Jika AYAH mau terlibat mengasuh anak bersama ibu, maka separuh permasalahan negeri ini teratasi

💰 4| AYAH yang tugasnya cuma ngasih uang, menyamakan dirinya dengan mesin ATM. Didatangi saat anak butuh saja

💔 5| Akibat hilangnya fungsi tarbiyah dari AYAH, maka banyak AYAH yg tidak tahu kapan anak lelakinya pertama kali mimpi basah

⛅ 6| Sementara anak dituntut sholat shubuh padahal ia dalam keadaan junub. Sholatnya tidak sah. Dimana tanggung jawab AYAH ?

💥 7| Jika ada anak durhaka, tentu ada juga AYAH durhaka. Ini istilah dari umar bin khattab

👎 8| AYAH durhaka bukan yg bisa dikutuk jadi batu oleh anaknya. Tetapi AYAH yg menuntut anaknya shalih dan shalihah namun tak memberikan hak anak di masa kecilnya

🙇 9| AYAH ingin didoakan masuk surga oleh anaknya, tapi tak pernah berdoa untuk anaknya

👑 10| AYAH ingin dimuliakan oleh anaknya tapi tak mau memuliakan anaknya

🌏 11| Negeri ini hampir kehilangan AYAH. Semua pengajar anak di usia dini diisi oleh kaum ibu. Pantaslah negeri kita dicap fatherless country

🏇 12| Padahal keberanian, kemandirian dan ketegasan harus diajarkan di usia dini. Dimana AYAH sang pengajar utama ?

💻 13| Dunia AYAH saat ini hanyalah Kotak. Yakni koran, televisi dan komputer. AYAH malu untuk mengasuh anak apalagi jika masih bayi

👫 14| Banyak anak yg sudah merasa yatim sebelum waktunya sebab AYAH dirasakan tak hadir dalam kehidupannya

📖 15| Semangat quran mengenai pengasuhan justru mengedepankan AYAH sebagai tokoh. Kita kenal Lukman, Ibrahim, Ya'qub, Imron. Mereka adalah contoh AYAH yg peduli

👉👨 16| Ibnul Qoyyim dalam kitab tuhfatul maudud berkata: Jika terjadi kerusakan pada anak penyebab utamanya adalah AYAH

👨 17| Ingatlah! Seorang anak bernasab kepada AYAHnya bukan ibu. Nasab yg merujuk pada anak menunjukkan kepada siapa Allah meminta pertanggungjawaban kelak

💎 18| Rasulullah yg mulia sejak kecil ditinggal mati oleh AYAHnya. Tapi nilai-nilai keAYAHan tak pernah hilang didapat dari sosok kakek dan pamannya

💖 19| Nabi Ibrahim adalah AYAH yg super sibuk. Jarang pulang. Tapi dia tetap bisa mengasuh anak meski dari jauh. Terbukti 2 anaknya menjadi nabi

💜 20| Generasi sahabat menjadi generasi gemilang karena AYAH amat terlibat dalam mengasuh anak bersama ibu. Mereka digelari umat terbaik.

📚 21| Di dalam quran ternyata terdapat 17 dialog pengasuhan. 14 diantaranya yaitu antara AYAH dan anak. Ternyata AYAH lebih banyak disebut

💞 22| Mari ajak AYAH untuk terlibat dalam pengasuhan baik di rumah, sekolah dan masjid

🎯 23| Harus ada sosokp AYAH yg mau jadi guru TK dan TPA. Agar anak kita belajar kisah Umar yg tegas secara benar dan tepat. Bukan ibu yg berkisah tapi AYAH

🏠 24| AYAH pengasuh harus hadir di masjid. Agar anak merasa tentram berlama-lama di dalamnya. Bukan was was atau merasa terancam dengan hardikan

🌇 25| Jadikan anak terhormat di masjid. Agar ia menjadi generasi masjid. Dan AYAH yang membantunya merasa nyaman di masjid

🌹 26| Ibu memang madrasah pertama seorang anak. Dan AYAH yang menjadi kepala sekolahnya

😎 27| AYAH kepala sekolah bertugas menentukan visi pengasuhan bagi anak sekaligus mengevaluasinya. Selain juga membuat nyaman suasana sekolah yakni ibunya

👮 28| Jika AYAH hanya mengurusi TV rusak, keran hilang, genteng bocor di dalam rumah, ini bukan AYAH 'kepala sekolah' tapi AYAH 'penjaga sekolah'

🐧 29| Ibarat burung yang punya dua sayap. Anak membutuhkan kedua-duanya untuk terbang tinggi ke angkasa. Kedua sayap itu adalah AYAH dan ibunya

🌺 30| Ibu mengasah kepekaan rasa, AYAH memberi makna terhadap logika. Kedua-duanya dibutuhkan oleh anak

🌻 31| Jika ibu tak ada, anak jadi kering cinta. Jika AYAH tak ada, anak tak punya kecerdasan logika

🍀 32| AYAH mengajarkan anak menjadi pemimpin yg tegas. Ibu membimbingnya menjadi pemimpin yg peduli. Tegas dan peduli itu sikap utama

💐 33| Hak anak adalah mendapatkan pengasuh yg lengkap. AYAH terlibat, ibu apalagi

💦 34| Mari penuhi hak anak untuk melibatkan AYAH dalam pengasuhan. Semoga negeri ini tak lagi kehilangan AYAH

🍀🌻💦 35| Silahkan share jika berkenan agar makin banyak AYAH yang peduli dengan urusan pengasuhan.

Friday, February 12, 2016

“Anak adalah Investasi Terbesar”

Anak dapat mengangkat derajat orangtua dan dapat menurunkannya, anak dapat menjadi kenikmatan dan dapat menjadi ujian.
Kenakalan anak berasal dari orangtuanya, karena tidak memperhatikan pendidikannya di saat kecil.
Keinginan anak boleh diikuti selama sesuai dengan kebutuhannya, contoh tidak sampai ketagihan gadget. Anak yang terlalu sering bergaul dengan benda mati (computer, tv, tab, dst) bisa sulit bersosialisasi di dunia nyata, berakibat buruk pada psikologi dan kejiwaan anak. Perbanyak permainan yang melibatkan sosialisasi seperti yang banyak dilakukan sebelum banyaknya gadget.
Pendidikan yang utama adalah yang menekankan pada hal-hal penting seperti quran, hadits, teladan Rasulullah dan para sahabat sehingga mereka memiliki teladan yang dapat ditiru. Urutan pelajarannya adalah tauhid (iman, aqidah), quran, hadits, sejarah nabi karena memuat praktek riil dan detil dari quran dan hadits di kehidupan. Diajari hal-hal tersebut secara bertahap sesuai dengan perkembangan umurnya. Contoh teladan yang buruk seperti: Tom & Jerry karena setiap ketemu tidak akur.
Jika banyak cerita-cerita khurafat dalam benaknya dapat merusak iman anak.
Orang tua yang berbuat jahat kepada anaknya adalah yang tidak memperhatikan pendidikan Islam, walaupun ia sudah menafkahi. Hal tersebut adalah dosa orangtua kepada anaknya, orangtua yang durhaka pada anaknya.
Kewajiban ayah pada anak: memilihkan ibu yang baik untuk anaknya, memberikan nama yang memiliki makna yang baik, mengajarkan al quran.
Lebih buruk lagi adalah anak muslim yang disekolahkan di sekolah agama lain yang memiliki visi misi menciptakan pengikut2 agama tersebut. Hati-hati dengan sekolah yang mengedepankan standar internasional seperti Bahasa inggris tetapi memiliki visi dan misi untuk menjauhkan anak dari agama Islam, seperti mengajarkan pluralisme, sehingga anak tidak memiliki pegangan aqidah yang kuat, bahkan rusak aqidahnya.
Sehingga menciptakan orang-orang muslim yang berstatus Islam tetapi berperilaku seperti orang kafir seperti memakai baju minim, menganggap semua agama sama.
Anak bisa dilepaskan menuntut ilmu dimana saja ketika ia sudah memiliki iman dan aqidah yang kuat sehingga insyaAllah ia dapat menjadi anak soleh.
QS Lukman : 12-14 mengenai wasiat untuk anak2nya, dia memiliki keimanan yang bagus walaupun ia hanya budak.
Rezeki anak sudah dijamin oleh Allah dan tidak perlu dikhawatirkan oleh orangtuanya, jadi jika masih mampu tidak boleh membatasi jumlah anak dalam pernikahan.
Anak yang dididik dengan baik dapat mengangkat derajat orangtuanya.
Anak yang menghafalkan quran maka di akhirat orangtuanya akan diberikan mahkota.
Anak dapat menjadi investasi yang menguntungkan di dunia dan di akhirat.

Maksud tanggungjawab pendidikan bukan berarti harus dikerjakan sendiri, bisa jadi orangtua hanya mencarikan atau mengantarkan anak ke tempat pendidikan. Jika ia bisa terlibat langsung alhamdulillah tetapi jika tidak bisa boleh dicarikan yang lain. Tetapi perlu diperhatikan juga bahwa orangtua disuruh bermain dengan anak-anak karena masa kecilnya akan berlalu. Sehingga seharusnya orangtua yang mengikuti jadwal anaknya.

Pendidikan Islam anak seharusnya sudah dapat dimulai sejak dari kandungan. Contohnya ketika hamil dengan membaca alquran, ketika balita membiasakan makan dengan tangan kanan dan dimulai dengan bismillah. Mulai umur 3-4 tahun bisa mulai diajarkan menghafalkan quran satu dua ayat dengan mendengarkan, bukan dengan duduk di depan buku dan dengan cara yang tidak membuat stress.

Seminar Parenting TPA An Ni'mah Citra Gran 12 Februari 2016

Sunday, December 20, 2015

Seminar “Parents as Teachers” oleh Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Seminar “Parents as Teachers” oleh Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Depok, 20 Desember 2016

Soleh: bermanfaat.
Kenapa belajar parenting: karena perintah Allah. Belajar tidak menunggu ada masalah.
Lemah kemauan : anak yang ketika besar tidak mau bekerja terbentuk dari kecilnya, yang ketika kecil selalu diberikan keinginannya tanpa mempedulikan keadaan, contoh: orang tua pekerjaan kasar tetapi gaya anak besar.
Harus belajar karena zaman sudah berubah, zaman dulu lebih aman: tv belum banyak, online social media belum ada, internet blm ada. Orangtua dulu tidak punya kompetitor sebagai pendidik, kredibilitas orang tua dan guru di mata anak tidak ada saingannya, tidak ada pembanding, sehingga anak mudah setuju dengan pendapat orangtuanya dan jika anak tidak setuju pun tidak berani mengungkapkan ketidaksetujuannya. Anak sekarang lebih kritis dan berani mengungkapkan pendapatnya. Lingkungan dapat mengambil anak jika pengaruhnya lebih besar.
Acara tv zaman ini dapat merusak pikiran dan jiwa, bahkan acara berita juga tidak lepas memberikan pengaruh buruk dan dapat membuat hati resah, pesimis, dst bahkan bagi orang dewasa, apalagi untuk anak-anak. Contoh: berita-berita tentang kejadian buruk yang terjadi pada orang lain. Tapi jika masih ada yang baik dari acara tv bisa diambil yang baiknya saja.
Teladan dalam Islam salah satu unsur wajib, tapi bukan satu2nya. Contohnya: anak ustadz yang terjerat narkoba, orang tua pekerja kasar yang hidup prihatin anaknya hidup banyak gaya, anak nabi Nuh yang durhaka. Teladan saja tidak cukup. Jika tidak memiliki ilmu parenting maka kemungkinan untuk tidak menikmati dan tidak bahagia menjadi orang tua menjadi lebih besar. Contoh: ketika baru punya gadget baru yang belum terbiasa maka menjadi stress dalam mengoperasikannya, tidak punya skill yang dibutuhkan untuk mengoperasikannya. Permasalahannya bukan pada emosi, tetapi karena tidak punya skill dan tidak bisa mempengaruhi anak. Anak yang melakukan kesalahan kemudian orangtuanya terlalu banyak ngomel, dari pembicaraannya melakukan labeling jelek kepada anak, hasilnya anak jadi resisten dan benci kepada orangtuanya, malah senang melakukan apa yang dilarang. Anak usia tk dan sd permasalahan orangtuanya lebih banyak lelah fisik saja, ketika usia remaja permasalahannya sudah menguras emosi.
Point penting: mencari ilmu parenting.
Cara menyuruh anak adalah sedikit bicara banyak bertindak, diberikan pengertian atas konsekuensi di awal, setelah sudah kejadian tidak ada omongan (omelan) lagi.
Point penting: konsekuensi dijelaskan diawal.
Buku kuning karangan Ihsan itu berisi sop yang dibuat selama 3 tahun dan berasal dari hasil observasi.
Banyak ayah yang tidak mau diajak belajar ilmu parenting karena menganggap dirinya sudah mengerjakan kewajiban mencari nafkah dan urusan anak adalah urusan ibunya. Yang seperti ini dikiaskan dengan kewajiban dalam rukun islam, jadi jika sudah membayar zakat maka tidak wajib lagi puasa, sholat, dll.
Ayah sering dianggap lebih sabar dari ibu terhadap anak karena intensitas interaksinya lebih sedikit dari ibu, terutama full-time mother. Contoh: coba ayah mengurus anak 7 hari 7 malam tanpa bantuan ibu samasekali dan tanpa bantuan asisten rumah tangga. Jadi diharapkan pengertian ayah untuk memberikan asisten dan jika tidak mampu maka ayah yang menjadi asisten ibu. Contoh ayah yang tidak pengertian: ibunya ke majlis ta’lim membawa 3 orang anaknya yang masih balita, ayahnya pergi mancing.
“Setiap anak ada dalam keadaan fitrah”, Fitrah yang dimaksud adalah menyukai kebaikan jadi tidak kosong (netral) seperti teori tabula rasa. Oleh karena itu istilah yang digunakan adalah tumbuh kembang anak, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan kebaikan, bukan menciptakan kebaikan. Rujukan ayat lainnya adalah ketika dalam alam Rahim ada perjanjian calon manusia dengan Allah (QS Al-A’raf). Awalnya anak adalah anugrah, maka berikutnya adalah peran nurture (pengasuhan) dari orangtuanya “fa abawahu”.
Orang tua menginginkan anak untuk menjadi: soleh, lebih spesifiknya lagi adalah: jujur, kreatif, patuh, disiplin.
1. Jujur
Anak pada dasarnya sangat jujur, dan pernah karena kejujurannya yang polos hingga perkataannya membuat malu orangtua dihadapan orang lain.
2. Kreatif
Contoh anak balita bangun tidur tidak ada yang nganggur, diam saja selama jangka waktu yang lama karena bingung ingin melakukan apa. Catatan: jika anak mulai bingung ingin melakukan apa, tidak tau apa yang diinginkannya dan banyak bosan, dapat menjadi tanda-tanda lampu kuning bahwa pengasuhannya ada yang salah. Manfaat gadget lebih sedikit daripada bermain bebas, kreativitasnya bisa mati dan tidak bisa lagi bermain bebas. Catatan: perlu lebih banyak “main diluar” untuk menumbuhkembangkan kreatifitas anak.
3. Patuh
Anak yang diurus dengan cara yang baik akan menjadi anak yang patuh, jika anak tidak patuh berarti tidak diurus, atau cara mengurusnya salah. Contoh: anak yang sudah dinasihati orang tua tetapi masih melakukan kenakalan karena bosan dengan nasihat orangtuanya. Oleh karena itu nasihat saja tidak cukup tetapi harus dibentuk fikrohnya, yaitu akal dan pikiran.
4. Disiplin
Bayi paling disiplin, melakukan sesuatu pada waktunya. Maka jika ada anak yang tidak disiplin itu adalah kesalahan pengasuhan. Catatan: anak malas bangun pagi karena orangtuanya malas bangun pagi.
Point penting yang harus dilakukan: mengajak anak berbicara dari hati ke hati, melakukan komunikasi dua arah secara berkala, diajak bicara yaitu bertukar pikiran, bukan hanya dinasihati dengan komunikasi satu arah.
Goal yang diinginkan adalah anak menjadi nyaman (betah) untuk duduk bersama dengan orangtuanya. Anak yang tidak betah duduk bersama orangtuanya bisa jadi dikarenakan: terus menerus dinasihati, dibanding-bandingkan, diceramahi, dst. Memberikan nasihat kepada anak adalah wajib bagi orang tua, tetapi jika caranya salah malah akan menghancurkan. Hal ini juga bisa diterapkan dalam komunikasi antar suami istri, tidak ada yang suka mendengarkan “ceramah”. Jika cara menyampaikan nasihatnya salah walaupun isi nasihatnya benar, maka orang tidak bisa menerima dengan baik.
Solusi cara menyampaikan nasihat dengan baik adalah dengan cara “perlakuan dan perkataan penuh cinta dari orangtua warisan terindah untuk anak kita”.
Terlalu banyak nasihat tidak dapat ditampung, tumpah, menjadi sia-sia. Semakin besar anak semakin banyak seharusnya diajak berbicara dua arah, bukan melakukan komunikasi satu arah (nasihat) saja. Anak yang sering diajak berbicara punya daya tahan mental yang lebih baik terhadap pengaruh-pengaruh buruk. Anak yang sering curhat kepada orangtuanya berarti ia memiliki kepercayaan kepada orangtuanya dan orangtua akan menjadi referensi utama. Anak yang introvert atau extrovert diluar rumah, keduanya harus tidak bisa diam dirumah, sering ngomong.
Point penting yang tidak boleh dilakukan: omelan panjang.
Tentang batasan: batasan perlu dilakukan, tetapi tidak boleh mengekang, semua boleh dilakukan tetapi ada batasannya. Contoh: boleh melakukan suatu hal jika sudah selesai melakukan hal lain, atau jika sudah sampai pada waktu tertentu. Orang yang bahagia adalah yang banyak ngomong, jika tidak bisa ngomong menjadi stress.
Tentang pengaruh gadget (internet, smartphone) tidak boleh diberikan secara bebas pada anak-anak yang belum dewasa karena itu adalah jendela dunia, jika diberikan secara bebas tanpa pengawasan maka berarti melepaskan anak tanpa pengawasan ke dunia, seperti: naik pesawat sendiri, naik mobil sendiri, dst. Sama logikanya dengan SIM hanya diberikan pada umur tertentu yang dianggap sudah dewasa, karena tanggung jawab membawa kendaraan hanya mampu ditanggung oleh orang yang sudah dewasa. Anak jangan terlalu banyak diberikan kemudahan, dan tidak perlu juga diberikan kesusahan, karena jika anak tidak dikekang maka akan menemukan kesusahan sendiri.
Point penting yang harus dilakukan: tidak memberikan terlalu banyak kemudahan dan tidak mengekang. Berikan anak ruang untuk melakukan kreatifitas, jangan terlalu peduli dengan rumah yang berantakan, atau dan anak yang kotor. Biarkan melakukan hal-hal yang diinginkan tapi tetap diawasi agar tidak celaka, yang dilarang bukan menggunakan pisau tapi yang dilarang adalah berdarah.
Point penting yang tidak boleh dilakukan: membohongi anak, tidak boleh memberikan keinginan anak yang diminta dengan tangisan dan ancaman dari anak. Orang tua harus tega dan tegas, tetapi tidak boleh kasar.
Anak yang bermasalah adalah karena orangtua kurang perhatian, perhatian yang dimaksud dapat dilakukan dengan komunikasi dua arah seperti yang dijelaskan sebelumnya, bukan dengan memberikan barang-barang materi yang diinginkan oleh anak. Pengaruh-pengaruh lain seperti teman dan pergaulan tidak akan dapat merusak anak jika orangtuanya sudah mendidik dengan baik.
Tidak bisa menyalahkan internet, tv, lingkungan, makhluk halus atas masalah yang terjadi pada anak.
Jika dalam komunikasi dua arah dengan anak menghadapi pendapatnya yang tidak kita setujui, tidak boleh langsung disalahkan.
Poin penting yang harus dilakukan: sediakan waktu untuk anak. Tidak ada metode apapun yang dapat berhasil jika tidak diberikan waktu. Hitung jumlah waktu yang fokus diberikan untuk anak, perhatian penuh pada anak. Dapat dilakukan dengan melakukan aktivitas-aktivitas bersama tetapi dengan fokus pada anak. Bedakan mengawasi dengan memperhatikan. Contoh mengawasi yaitu menyuapi anak, membiarkan anak main tanpa diperhatikan. Sampai usia sd seharusnya anak ditemani, bukan disuruh. Anak harus diberikan waktu yang mencukupi untuk diperhatikan. Menyediakan waktu untuk anak, bukan bersama anak, dan menjadi orangtua yang berkualitas dengan mementingkan praktek bukan sekedar teori.
Memberikan barang-barang materi pada anak perlu dibatasi, tetapi memberikan waktu adalah kewajiban. Lebih baik mendidik anak untuk menjadi mandiri, contohnya: biarkan anak belajar bekerja untuk mendapatkan keinginannya.
Program abah Ihsan: 1821: keluarga kumpul, connect to family. Waktunya tidak terikat dan dapat disesuaikan dengan kondisi, yang penting cukup 3 jam dalam sehari.
Pengaruh orangtua pada anak hingga umur 12 tahun sebesar 100%, 12-15 tahun sebesar 60%, 15-18 tahun sebesar 40%, dan 10% pada umur 18 tahun keatas.

Catatan tambahan: seminar isinya lebih banyak membangkitkan emosi dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan orang tua, solusi belum banyak dipaparkan, dan dirujuk untuk mencari solusi lebih lanjut dari buku2 karangan Abah Ihsan. Porsi besar dari seminar digunakan untuk menjelaskan kondisi kesalahan-kesalahan parenting dengan cara dan gaya yang lucu dan mudah dipahami masyarakat umum.
Catatan tambahan kedua: pembicara yang sukses bukan yang menguasai segala hal tetapi menguasai beberapa hal dan mampu melakukan delivery yang baik di depan publik sehingga beberapa hal yang dikuasainya itu dapat ditransfer seluruhnya kepada peserta.




Tuesday, April 21, 2015

MATANG DAHULU, MASUK SD KEMUDIAN

School of Parenting MATANG DAHULU, MASUK SD KEMUDIAN Ada fenomena menarik belakangan ini. Beberapa orangtua berusaha memasukkan anaknya ke jenjang sekolah dasar (SD) sedini mungkin. Bahkan, ada orangtua yang ingin memasukkan anaknya yang masih berusia 4,5 tahun hanya karena si orangtua khawatir, anaknya “ketuaan” saat masuk SD. Mereka juga merasa anaknya sudah siap masuk sekolah dasar, karena sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Coba, kurang apa lagi? Ini jelas berbeda dari Lia Boediman, M.S..C.P., Psy, D., psikolog yang menghabiskan 22 tahun waktunya di Amerika dan baru kembali ke tanah air. Meski anaknya (5,5) sudah siap masuk sekolah dasar, tapi Lia malah menundanya. Semua itu sudah dipertimbangkan dengan matang, termasuk membicarakan dengan anaknya. Ternyata, anaknya pun setali tiga uang, ia masih ingin bersekolah di TK B dan belum mau masuk SD. Anaknya pun tak masalah bila nanti teman-teman sekelasnya di TK berusia lebih muda dari dirinya. Juga tak mengapa bila teman-teman seangkatannya di TK sudah berseragam merah putih alias duduk di kelas 1 sekolah dasar. “Kalau usianya masih segitu, biarlah jika dia masih mau di TK B. Mungkin kalau usianya sudah 6 tahunan, pertimbangan saya, lain lagi. Bukankah untuk melanjutkan ke pendidikan dasar, minimal anak harus berusia 7 tahun? Jadi, meski anak saya sudah siap, biarlah dia dimatangkan lagi aspek kognitif, bahasa, motorik, sosial-emosional, dan juga kemandiriannya. Dengan begitu, ia siap belajar dan tidak kapok karena tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah. Saya ingin menanamkan pada anak, sekolah adalah tempat yang menyenangkan. Begitu juga dengan belajar, learning is fun and interesting. Dengan begitu, ketika di SD mereka akan mempunyai regulasi diri, tanggung jawab akan belajar, dan ketertarikan akan sekolah,” ungkap pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini. PASTIKAN ANAK MATANG Menurut Lia, sebelum memasuki jenjang SD, anak sebaiknya memiliki beberapa aspek kematangan bersekolah, meliputi aspek kognitif, bahasa, motorik, sosial-emosional, dan kemandirian. Jadi kemampuan anak menulis, membaca, dan berhitung saja tidak cukup. Itulah mengapa, untuk mengetahui kesiapan anak bersekolah, banyak SD yang mengharuskan para calon peserta didiknya melakukan tes kematangan sekolah. Selain untuk kelancaran proses belajar mengajar, tes kematangan sekolah juga diperlukan untuk kebaikan anak itu sendiri. Bayangkan, secara aspek kognitif anak sudah matang, tapi dari sisi kemandirian, emosi dan aspek lainnya belum matang, sehingga akan menyulitkan dirinya dan juga pihak sekolah. IQ-nya boleh tinggi, tapi di kelas dia belum bisa melakukan toilet learning sendiri. Apakah gurunya yang harus membantu anak melakukan toilet learning? Itu jika satu anak, bagaimana bila dalam satu kelas ada beberapa anak dengan kondisi sama. Repot, kan? Tidak hanya itu. Ia juga mudah tantrum atau menangis. Meski secara kognitif ia siap, namun ketidakmatangan emosi ini akan menghambatnya saat bersosialisasi; anak akan dijauhi, tidak disukai teman-teman di sekolahnya. Bukan tidak mungkin nantinya anak menjadi malas atau mogok sekolah. Bahaya, kan? Bila anak masuk ke sekolah yang menyeimbangkan aspek kognitif dan aspek lainnya, maka anak bisa saja mengejar ketertinggalan tersebut. Tapi bagaimana bila anak bersekolah di sekolah yang menekankan pada aspek kognitif semata? Di satu sisi kognitif anak akan semakin tinggi, tapi di sisi lain aspek yang kurang matang akan menjadi kurang terstimulasi. Akibatnya, aspek-aspek yang kurang matang akan semakin sulit berkembang, tertinggal jauh dari teman-teman lainnya yang sudah matang. Inilah yang akan menjadi masalah di kemudian hari, dimana di usia sekolah dasar anak harus terus-menerus disuruh belajar, lalu saat ujian orangtuanya stress karena sibuk belajar, menanya-nanya soal, membacakan, dan sebagainya. Nantinya, anak tidak bisa menjalin relasi sosial yang baik dengan orang lain, masih banyak dibantu, dan sulit untuk menjadi sukses. “Ini yang tidak diinginkan, sehingga uji kematangan sebelum bersekolah perlu dilakukan.” Jadi tidak mentang-mentang bisa calistung, si kecil yang berusia 4 tahunan lantas bisa masuk sekolah dasar, ya, Bu-Pak. KEMATANGAN MERUPAKAN PROSES Kematangan anak untuk bersekolah merupakan proses yang terkait dengan aspek perkembangan anak secara keseluruhan dan proses ini dimulai sejak bayi. Kematangan anak harus dibina dari hal-hal kecil dan sederhana. Misalnya, anak diberi kesempatan untuk mandiri, bisa bersosialisasi, dan sebagainya. Kenalkan dan ajarkan kemampuan tersebut di rumah sesuai dengan tahapan usia perkembangannya. Jadi, kematangan bersekolah ini tidak dinilai atau dilihat saat anak mau masuk sekolah dasar saja. Tahun depan anak mau masuk SD, lalu kematangannya dinilai 6 bulan sebelumnya. Tidak demikian. Tes-tes kematangan sekolah yang diberlakukan di beberapa SD, pada intinya untuk melihat gambaran mengenai kekurangan dan kelebihan anak tersebut. Sekolah-sekolah biasanya akan menerima anak dengan menyeleksinya sesuai standar tertentu. Padahal, untuk mengetahui kematangan bersekolah anak dibutuhkan tenaga psikolog anak professional. Maka itu, orangtua disarankan membawa anaknya ke psikolog anak professional, meski tidak dipungkiri beberapa sekolah sudah melibatkan psikolog anak professional dalam tes itu. Informasi kematangan bersekolah anak ini diperoleh psikolog dengan cara mewawancarai orangtua si anak mengenai perkembangannya, mendapatkan informasi dari guru TK sebelumnya, dan juga melakukan observasi pada anak langsung dengan bertanya, berinteraksi dengan bermain, dan mengobservasi lainnya. Dengan begitu dapat diketahui seperti apa perkembangan diri si anak. Selain itu, dilakukan pula tes intelegensi untuk mengetahui kemampuan kognitif anak. Lewat serangkaian proses itu dapat diperoleh rekomendasi, apakah anak sudah matang untuk melanjutkan ke jenjang SD atau tidak. SETIAP ANAK BERBEDA Kematangan setiap anak tentunya berbeda-beda. Selain dipengaruhi usia, juga oleh temperamen, cara belajar anak selama ini, tahap perkembangannya, serta faktor lingkungan yang mendukungnya. Umumnya, pada anak-anak normal, di usia 6-7 tahun anak sudah matang alias siap untuk bersekolah. Kecuali pada anak-anak yang mempunyai masalah dengan perkembangannya, seperti ada hambatan kognitif, bahasa, dan sebagainya, tentunya di usia 7 tahun belum bisa masuk SD karena ada masalah tersebut. Memang, di usia 6-7 tahun itu boleh jadi ada beberapa aspek anak yang mungkin saja belum matang, tapi yang harus diingat, kematangan anak untuk bersekolah tidak dilihat dari satu aspek saja, tapi secara keseluruhan. Apalagi dalam setiap aspek, misalnya, aspek bahasa terdiri atas beberapa komponen, begitupun aspek motorik, dan sebagainya, masing-masing ada komponennya. Jadi, bisa saja anak secara aspek kognitifnya sudah matang, namun secara sosial masih pemalu. Bukan berarti anak belum matang untuk masuk SD. Kekurangan anak atau kurang siapnya anak secara sosial tersebut masih bisa diupayakan, di-support untuk lebih matang dalam aspek tersebut. Maka itu, pemilihan sekolah pun menjadi penting. Pilihlah sekolah yang menyeimbangkan semua aspek perkembangan anak. Tidak hanya kognitif, tapi juga aspek lainnya, sehingga semua aspek anak dapat terasah secara optimal. KERJA SAMA ORANGTUA-SEKOLAH Mengingat sistem pendidikan di tanah air yang cenderung kurang memberikan kematangan pada aspek lain selain kognitif, maka diperlukan kerja sama antara orangtua dan pihak sekolah (SD). Orangtua harus berperan aktif dengan cara mengenal baik anaknya, mengetahui bagaimana tahapan perkembangannya, mengetahui kekurangan dan kelebihan anaknya, sehingga orangtua tahu apa yang dapat dilakukannya atas kekurangan yang dimiliki agar menjadi lebih baik serta dapat memaksimalkan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Contoh, orangtua melihat anak masih kurang mandiri, maka orangtua dapat memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan hal-hal sederhana sendiri. Contoh lain, aspek sosial anak tampak masih kurang, maka anak sering-sering diajak berinteraksi dengan temannya atau orang lain. Pihak sekolah dasar juga seharusnya bisa melihat beban-beban yang diberikan kepada muridnya agar seimbang pada setiap aspek perkembangan. Menyediakan fasilitas untuk mendukung aspek-aspek perkembangan anak, misal, menyediakan ruang bermain seperti playground atau lapangan basket untuk mengasah kemampuan motorik anak. Memberikan pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar anak, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan lewat bermain terutama pada usia-usia SD awal. Guru sekolah dasar juga sebaiknya mengetahui tahapan perkembangan di usia sekolah, sehingga dapat mengembangkan kemampuan anak secara keseluruhan. INDIKATOR KEMATANGAN BERSEKOLAH 1. Aspek FISIK · Motorik Kasar - Bisa duduk tegap. - Berjalan lurus dan bervariasi. - Berlari. - Melompat. - Melempar. - Memanjat. - Naik turun tangga. - Mengombinasi gerakan seperti lompat, jongkok, tegak dan berguling. · Motorik Halus - Dapat memegang pensil dengan baik. - Menggambar orang atau sesuatu dengan lebih rapi tidak berantakan. - Bisa makan sendiri. - Menulis angka. - Mewarnai. - Menggunting. - Menyusun lego. 2. Aspek BAHASA - Memperkenalkan diri, nama, alamat, dan keluarga dengan jelas. - Bercerita mengenai keadaan di rumah, sekolah, permainan, dan lain-lain. - Menjawab pertanyaan. - Menyanyikan lagu. - Menyebutkan seluruh anggota badan. - Menirukan huruf, suku kata, dan kata. 3. Aspek KOGNITIF - Menerangkan mengenai sesuatu, misalnya kegunaan suatu benda. - Mengenal warna. - Mengetahui angka atau bilangan. - Membedakan bentuk. - Dapat mengelompokkan benda/sesuatu. - Memahami konsep penjumlahan dan pengurangan. - Membaca tanda-tanda umum seperti di jalan. - Dapat berpikir lebih fleksibel dan sebab akibat. - Rasa keingintahuan yang besar dan mencari tahu jawabannya. 4. Aspek SOSIAL-EMOSIONAL - Bisa bermain secara interakstif dengan temannya. - Berperilaku sesuai norma yang ada di lingkungannya. - Menghargai adanya perbedaan maupun pendapat orang lain. - Tidak lagi terlalu bergantung/lengket pada orangtuanya. - Dapat menolong orang lain/temannya. - Menunjukkan rasa setia kawan deengan temannya. - Bisa beradaptasi di lingkungan baru seperti teman atau guru. - Bila diberi tahu sesuatu bisa mengerti. - Dapat berkonsentrasi maksimal 15-20 menit. - Bisa menunggu atau menahan keinginannya. - Dapat patuh pada aturan dan tuntutan lingkungan. 5. Aspek KEMANDIRIAN - Sudah bisa makan sendiri. - Pakai baju sendiri. - Menyikat gigi sendiri. - Toilet learning. - Mulai dapat teratur pada rutinitas, seperti bangun tidur. sumber: http://www.kancilku.com/Ind//index.php…

Tuesday, January 13, 2015

sholat

گيف تجعل أبنائك يصلون من أنفسھم ☝ بدون خصام أو تذكير 🐝 Bagaimana Membuat Anak2  Anda Sholat dengan Kesadaran Mereka Sendiri Tanpa Berdebat  dan Tanpa Perlu Diingatkan? 🐝 أولادك لا يصلون أو أتعبوك من أجل أن يصلوا ؟ تعالوا لتروا كيف تغيرونهم بإذن الله تعالى Anak2 anda tidak mau sholat? atau mereka sampai membuat anda capek saat mengingatkan untuk sholat? Mari qt lihat bagaimana qt bisa merubah ini semua ~ biidznillah عن إحدى الأخوات : تقول اقول لكم قصة وقعت معي انا Seorang sahabat berkisah: "Aku akan menceritakan satu kisah yg terjadi padaku" كانت بنتي بالخامس ابتدائي Saat itu, anak perempuanku duduk di kelas 5 SD و الصلاة ثقيلة عليها.. لدرجة اني قلت لها يوما قومي صلي وراقبتها فوجدتها أخذت السجادة ورمتها على الأرض وجاءتني سألتها هل صليت قالت نعم.. صدقوني بدون شعور صفعت وجھا أعرف أني أخطأت.. ولكن الموقف ضايقني وبكيت وخاصمتها ولمتها وخوفتها من الله ولم ينفع معها كل هذا الكلام .. Sholat baginya adalah hal yg sangat berat...sampai2 suatu hari aku berkata kepadanya: "Bangun!! Sholat!!", dan aku mengawasinya.. Aku melihatnya mengambil sajadah, kemudian melemparkannya ke lantai...Kemudian ia mendatangiku... Aku bertanya kepadanya: "Apakah kamu sudah sholat?" Ia menjawab: " Sudah" Kemudian aku MENAMPARNYA  Aku tahu aku salah  Tetapi kondisinya mmg benar2 sulit... Aku menangis.. Aku benar2 marah padanya, aku rendahkan dia dan aku menakut2inya akan siksa Allah... Tapi....ternyata semua kata2ku itu tidak ada manfaatnya... لكن في يوم من الأيام ... قالت لي إحدى الصديقات قصة.. منقولة ..وهي : Suatu hari, seorang sahabatku bercerita suatu kisah... انها زارت قريبة لها عادية (ليست كثيرة التدين)، لكن عندما حضرت الصلاة قام أولادها يصلون بدون أن تناديهم Suatu ketika ia berkunjung kerumah seorang kerabat dekatnya (seorang yg biasa2 saja dari segi agama) , tapi ketika datang waktu sholat, semua anak2nya langsung bersegera melaksanakan sholat tanpa diperintah.... تقول .. قلت لها : كيف يصلي أولادك من أنفسهم بدون خصام وتذكير ؟ !!! Ia berkata: Aku berkata padanya "Bagaimana anak2mu bisa sholat dg kesadaran mereka tanpa berdebat dan tanpa perlu diingatkan? قالت والله ليس عندي شي اقوله لك الا اني قبل أن أتزوج ادعو الله بهذا الدعاء وإلى يومنا هذا ادعو به Ia menjawab: Demi Allah, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa sejak jauh sebelum aku menikah aku selalu memanjatkan DO'A ini...dan sampai saat ini pun aku masih tetap bedo'a dg DO'A tersebut انا بعد نصيحتها هذه لزمت هذا الدعاء .. في سجودي وقبل التسليم وفي الوتر .. وفي كل اوقات الاجابه Setelah aku mendengarkan nasehatnya, aku selalu tanpa henti berdoa dg do'a ini.. Dalam sujudku... Saat sebelum salam... Ketika witir... Dan disetiap waktu2 mustajab... والله يا اخواتي.. ان بنتي هذه الآن بالثانوي.. من اول مابدأت الدعاء وهي التي توقظنا للصلاة وتذكرنا بها واخوانها كلهم ولله الحمد حريصون على الصلاة !! Demi Allah wahai saudara2ku... Anakku  saat ini telah duduk dibangku SMA.. Sejak aku memulai berdoa dg doa itu, anakku lah yg rajin membangunkan kami dan mengingatkan kami untuk sholat... Dan adik2nya, Alhamdulillah..mereka semua selalu menjaga sholat!!! حتى امي زارتني ونامت عندي ولفت انتباهها ان بنتي تستيقظ وتدور علينا توقظنا للصلاة !! Sampai2...saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah kami, ia tercengang  melihat anak perempuanku bangun pagi, kemudian membangunkan kami satu persatu untuk sholat... أعرف .. أنكم الآن متشوقون لتعرفوا هذا الدعاء .. الدعاء موجود في سورة ابراهيم Aku tahu anda semua penasaran ingin mengetahui doa apakah itu? Yaaa..doa ini ada di QS. ibrahim... والدعاء هو ...❕ ( رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء ) (إبراهيم ، 40) Doa ini adalah... "Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yg tetap melaksanakan sholat... Ya Robb kami, perkenankanlah doaku" فالدعاء الدعاء الدعاء وكما تعلمون الدعاء سلاح المؤمن Yaa...Doa...Doa...dan Doa... Sebagaimana anda semua tahu bahwa doa adalah senjata seorang mukmin  إرسلوها للكل حتى تعم الفائدة  Kirimkan tulisan ini agar lebih banyak orang yg mengambil manfaat...  إذا أعجبك الموضوع فلا تقل شكـراً قل :(رحم الله من نقلها لي ونقلها عني وجعلها بميزان حسناتكم Jika anda terkesan dg tulisan ini, jangan katakan Syukron... Tapi katakan: "Semoga Allah merahmati orang yang bersedia men-share (tulisan ini), kemudian menjadikannya pemberat bagi timbangan kebaikannya" اقرأ هذا الدعاء لأبنائك و سيبقون بحفظ الله .... ورعايته Baca selalu doa ini untuk anak2mu, biidznillah mereka akan selalu berada dalam penjagaa

Terkait kata jangan atau tidak

Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi karena lebih memilih berdamai. Ia tidak sombong bukan karena kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena menganggap rendah hati itu lebih aman baginya. Dan kelak, ia tidak berzina bukan karena takut adzab Alloh, tetapi karena menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orangtuanya. Nas alulloha salaman wal afiyah. Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi dengan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada lagi minat untuk mendakwahi manusia yang dalam kondisi bersalah, karena dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian”. Mereka bungkam melihat penistaan agama karena otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”. Itulah sebenar-benar paham liberal, yang ‘humanis’, toleran, dan menghargai pilihan-pilihan. Jadi, bila kita yakini dan praktikkan teori parenting barat itu, maka sesungguhnya kita bersiap anak-anak kita tumbuh menjadi generasi liberal. Haruskah kita simpan saja Al-Qur’an di lemari paling dalam, dan kita lebih memilih teori2 yahudi? Astagfirulloh! [Rujukan: Al-Qur’an, Akh Budi, Akh Yazid (Abu Hanin Komentar gurunda ustadz Fauzil Adhim: Terkait kata jangan atau tidak, dalam agama sudah sangat jelas bahwa kata jangan maupun tidak justru tak dapat dilepaskan. Syahadat diawali kata tidak. Nasehat Luqman menggunakan kata yang sama dengan makna jangan. Ada ribuan kata bermakna tidak/jangan dalam Al-Qur’an. Tapi jika kita cuma mengetik bahasa Endonesiyah “jangan” di Al-Qur’an for android, ketemunya cuma sekitar 360 Saya pernah membahas ini di buku Saat Berharga untuk Anak Kita. Di luar itu, jika kita seorang guru, salah satu hal penting untuk keberhasilan kelas adalah manajemen kelas. Dan urutan pertama dalam manajemen kelas adalah Aturan & Prosedur yang isi pokoknya Larangan dan Perintah. (Hasil diskusi via WA) http://tarbiahmoeslim.wordpress.com/2014/10/26/jadikan-al-quran-dan-as-sunnah-sebagai-pedoman-jangan-psycholog/ silahkan di share semoga bermanfaat untuk.semua . Maaf bila ada yg tdk setuju, iTu saya copas krn bagus..

Qaulan Sadiidaa untuk Anak Kita

Qaulan Sadiidaa untuk Anak Kita Oleh: Salim A. Fillah Remaja. Pernah saya menelusur, adakah kata itu dalam peristilahan agama kita? Ternyata jawabnya tidak. Kita selama ini menggunakan istilah ‘remaja’ untuk menandai suatu masa dalam perkembangan manusia. Di sana terjadi guncangan, pencarian jatidiri, dan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terhadap masa-masa itu, orang memberi permakluman atas berbagai perilaku sang remaja. Kata kita, “Wajar lah masih remaja!” Jika tak berkait dengan taklif agama, mungkin permakluman itu tak jadi perkara. Masalahnya, bukankah ‘aqil dan baligh menandai batas sempurna antara seorang anak yang belum ditulis ‘amal dosanya dengan orang dewasa yang punya tanggungjawab terhadap perintah dan larangan, juga wajib, mubah, dan haram? Batas itu tidak memberi waktu peralihan, apalagi berlama-lama dengan manisnya istilah remaja. Begitu penanda baligh muncul, maka dia bertanggungjawab penuh atas segala perbuatannya; ‘amal shalihnya berpahala, ‘amal salahnya berdosa. Isma’il ‘alaihissalaam, adalah sebuah gambaran bagi kita tentang sosok generasi pelanjut yang berbakti, shalih, taat kepada Allah dan memenuhi tanggungjawab penuh sebagai seorang yang dewasa sejak balighnya. Masa remaja dalam artian terguncang, mencoba itu-ini mencari jati diri, dan masa peralihan yang perlu banyak permakluman tak pernah dialaminya. Ia teguh, kokoh, dan terbentuk karakternya sejak mula. Mengapa? Agaknya Allah telah bukakan rahasia itu dalam firmanNya: Dan hendaklah takut orang-orang yang meninggalkan teturunan di belakang mereka dalam keadaan lemah yang senantiasa mereka khawatiri. Maka dari itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang lurus benar. (QSnAn Nisaa’ 9) Ya. Salah satu pinta yang sering diulang Ibrahim dalam doa-doanya adalah mohon agar diberi lisan yang shidiq. Dan lisan shidiq itulah yang agaknya ia pergunakan juga untuk membesarkan putera-puteranya sehingga mereka menjadi anak-anak yang tangguh, kokoh jiwanya, mulia wataknya, dan mampu melakukan hal-hal besar bagi ummat dan agama. Nah, mari sejenak kita renungkan tiap kata yang keluar dari lisan dan didengar oleh anak-anak kita. Sudahkah ia memenuhi syarat sebagai qaulan sadiidaa, kata-kata yang lurus benar, sebagaimana diamanatkan oleh ayat kesembilan Surat An Nisaa’? Ataukah selama ini dalam membesarkan mereka kita hanya berprinsip “asal tidak menangis”. Padahal baik agama, ilmu jiwa, juga ilmu perilaku menegaskan bahwa menangis itu penting. Kali ini, izinkan saya secara acak memungut contoh misal pola asuh yang perlu kita tataulang redaksionalnya. Misalnya ketika anak tak mau ditinggal pergi ayah atau ibunya, padahal si orangtua harus menghadiri acara yang tidak memungkinkan untuk mengajak sang putera. Jika kitalah sang orangtua, apa yang kita lakukan untuk membuat rencana keberangkatan kita berhasil tanpa menyakiti dan mengecewakan buah hati kita? Saya melihat, kebanyakan kita terjebak prinsip “asal tidak menangis” tadi dalam hal ini. Kita menyangka tidak menangis berarti buah hati kita “tidak apa-apa”, “tidak keberatan”, dan “nanti juga lupa.” Betulkah demikian? Agar anak tak menangis saat ditinggal pergi, biasanya anak diselimur, dilenabuaikan oleh pembantu, nenek, atau bibinya dengan diajak melihat –umpamanya- ayam, “Yuk, kita lihat ayam yuk.. Tu ayamnya lagi mau makan tu!” Ya, anak pun tertarik, ikut menonton sang ayam. Lalu diam-diam kita pergi meninggalkannya. Si kecil memang tidak menangis. Dia diam dan seolah suka-suka saja. Tapi di dalam jiwanya, ia telah menyimpan sebuah pelajaran, “Ooh.. Aku ditipu. Dikhianati. Aku ingin ikut Ibu tapi malah disuruh lihat ayam, agar bisa ditinggal pergi diam-diam. Kalau begitu, menipu dan mengkhianati itu tidak apa-apa. Nanti kalau sudah besar aku yang akan melakukannya!” Betapa, meskipun dia menangis, alangkah lebih baiknya kita berpamitan baik-baik padanya. Kita bisa mencium keningnya penuh kasih, mendoakan keberkahan di telinganya, dan berjanji akan segera pulang setelah urusan selesai insyaallah. Meski menangis, anak kita akan belajar bahwa kita pamit baik-baik, mendoakannya, tetap menyayanginya, dan akan segera pulang untuknya. Meski menangis, dia telah mendengar qaulan sadiida, dan kelak semoga ini menjadi pilar kekokohan akhlaqnya. Di waktu lain, anak yang kita sayangi ini terjatuh. Apa yang kita katakan padanya saat jatuhnya? Ada beberapa alternatif. Kita bisa saja mengatakan, “Tuh kan, sudah dibilangin jangan lari-lari! Jatuh bener kan?!” Apa manfaatnya? Membuat kita sebagai orangtua merasa tercuci tangan dari salah dan alpa. Lalu sang anak akan tumbuh sebagai pribadi yang selalu menyalahkan dirinya sepanjang hidupnya. Atau bisa saja kita katakan, “Aduh, batunya nakal yah! Iih, batunya jahat deh, bikin adek jatuh ya Sayang?” Dan bisa saja anak kita kelak tumbuh sebagai orang yang pandai menyusun alasan kegagalan dengan mempersalahkan pihak lain. Di kelas sepuluh SMA, saat kita tanya, “Mengapa nilai Matematikamu cuma 6 Mas?” Dia tangkas menjawab, “Habis gurunya killer sih Ma. Lagian, kalau ngajar nggak jelas gitu.” Atau bisa saja kita katakan, “Sini Sayang! Nggak apa-apa! Nggak sakit kok! Duh, anak Mama nggak usah nangis! Nggak apa-apa! Tu, cuma kayak gitu, nggak sakit kan?” Sebenarnya maksudnya mungkin bagus: agar anak jadi tangguh, tidak cengeng. Tapi sadarkah bahwa bisa saja anak kita sebenarnya merasakan sakit yang luar biasa? Dan kata-kata kita, telah membuatnya mengambil pelajaran; jika melihat penderitaan, katakan saja “Ah, cuma kayak gitu! Belum seberapa! Nggak apa-apa!” Celakanya, bagaimana jika kalimat ini kelak dia arahkan pada kita, orangtunya, di saat umur kita sudah uzur dan kita sakit-sakitan? “Nggak apa-apa Bu, cuma kayak gitu. Jangan nangis ah, sudah tua, malu kan?” Akankah kita ‘kutuk’ dia sebagai anak durhaka, padahal dia hanya meneladani kita yang dulu mendurhakainya saat kecil? Ah.. Qaulan sadiida. Ternyata tak mudah. Seperti saat kita mengatakan untuk menyemangati anak-anak kita, “Anak shalih masuk surga.. Anak nakal masuk neraka..” Betulkah? Ada dalilnya kah? Padahal semua anak jika tertakdir meninggal pasti akan menjadi penghuni surga. Juga kata-kata kita saat tak menyukai keusilan –baca; kreativitas-nya semisal bermain dengan gelas dan piring yang mudah pecah. Kita kadang mengucapkan, “Hayo.. Allah nggak suka lho Nak! Allah nggak suka!” Sejujurnya, siapa yang tak menyukainya? Allah kah? Atau kita, karena diri ini tak ingin repot saja. Alangkah lancang kita mengatasnamakan Allah! Dan alangkah lancang kita mengenalkan pada anak kita satu sifat yang tak sepantasnya untuk Allah yakni, “Yang Maha Tidak Suka!” Karena dengan kalimat kita itu, dia merasa, Allah ini kok sedikit-sedikit tidak suka, ini nggak boleh, itu nggak benar. Alangkah agungnya qaulan sadiida. Dengan qaulan sadiida, sedikit perbedaan bisa membuat segalanya jauh lebih cerah. Inilah kisah tentang dua anak penyuka minum susu. Anak yang satu, sering dibangunkan dari tidur malas-malasannya oleh sang ibu dengan kalimat, “Nak, cepat bangun! Nanti kalau bangun Ibu bikinkan susu deh!” Saat si anak bangun dan mengucek matanya, dia berteriak, “Mana susunya!” Dari kejauhan terdengar adukan sendok pada gelas. “Iya. Sabar sebentaar!” Dan sang ibupun tergopoh-gopoh membawakan segelas susu untuk si anak yang cemberut berat. Sementara ibu dari anak yang satunya lagi mengambil urutan kerja berbeda. Sang ibu mengatakan begini, “Nak, bangun Nak. Di meja belajar sudah Ibu siapkan susu untukmu!” Si anakpun bangun, tersenyum, dan mengucap terimakasih pada sang ibu. Ibu pertama dan kedua sama capeknya; sama-sama harus membuat susu, sama-sama harus berjuang membangunkan sang putera. Tapi anak yang awal tumbuh sebagai si suka pamrih yang digerakkan dengan janji, dan takkan tergerak oleh hal yang jika dihitung-hitung tak bermanfaat nyata baginya. Anak kedua tumbuh menjadi sosok ikhlas penuh etos. Dia belajar pada ibunya yang tulus; tak suka berjanji, tapi selalu sudah menyediakan segelas susu ketika membangunkannya. Ya Allah, kami tahu, rumahtangga Islami adalah langkah kedua dan pilar utama dari da’wah yang kami citakan untuk mengubah wajah bumi. Ya Allah maka jangan Kau biarkan kami tertipu oleh kekerdilan jiwa kami, hingga menganggap kecil urusan ini. Ya Allah maka bukakanlah kemudahan bagi kami untuk menata da’wah ini dari pribadi kami, keluarga kami, masyarakat kami, negeri kami, hingga kami menjadi guru semesta sejati. Ya Allah, karuniakan pada kami lisan yang shidiq, seperti lisan Ibrahim. Karuniakan pada kami anak-anak shalih yang kokoh imannya dan mulia akhlaqnya, seperti Isma’il. Meski kami jauh dari mereka, tapi izinkan kami belajar untuk mengucapkan qaulan sadiida, huruf demi huruf, kata demi kata. Aamiin. Sepenuh cinta. [sumber: salimfillah.com]