Tuesday, January 13, 2015

sholat

گيف تجعل أبنائك يصلون من أنفسھم ☝ بدون خصام أو تذكير 🐝 Bagaimana Membuat Anak2  Anda Sholat dengan Kesadaran Mereka Sendiri Tanpa Berdebat  dan Tanpa Perlu Diingatkan? 🐝 أولادك لا يصلون أو أتعبوك من أجل أن يصلوا ؟ تعالوا لتروا كيف تغيرونهم بإذن الله تعالى Anak2 anda tidak mau sholat? atau mereka sampai membuat anda capek saat mengingatkan untuk sholat? Mari qt lihat bagaimana qt bisa merubah ini semua ~ biidznillah عن إحدى الأخوات : تقول اقول لكم قصة وقعت معي انا Seorang sahabat berkisah: "Aku akan menceritakan satu kisah yg terjadi padaku" كانت بنتي بالخامس ابتدائي Saat itu, anak perempuanku duduk di kelas 5 SD و الصلاة ثقيلة عليها.. لدرجة اني قلت لها يوما قومي صلي وراقبتها فوجدتها أخذت السجادة ورمتها على الأرض وجاءتني سألتها هل صليت قالت نعم.. صدقوني بدون شعور صفعت وجھا أعرف أني أخطأت.. ولكن الموقف ضايقني وبكيت وخاصمتها ولمتها وخوفتها من الله ولم ينفع معها كل هذا الكلام .. Sholat baginya adalah hal yg sangat berat...sampai2 suatu hari aku berkata kepadanya: "Bangun!! Sholat!!", dan aku mengawasinya.. Aku melihatnya mengambil sajadah, kemudian melemparkannya ke lantai...Kemudian ia mendatangiku... Aku bertanya kepadanya: "Apakah kamu sudah sholat?" Ia menjawab: " Sudah" Kemudian aku MENAMPARNYA  Aku tahu aku salah  Tetapi kondisinya mmg benar2 sulit... Aku menangis.. Aku benar2 marah padanya, aku rendahkan dia dan aku menakut2inya akan siksa Allah... Tapi....ternyata semua kata2ku itu tidak ada manfaatnya... لكن في يوم من الأيام ... قالت لي إحدى الصديقات قصة.. منقولة ..وهي : Suatu hari, seorang sahabatku bercerita suatu kisah... انها زارت قريبة لها عادية (ليست كثيرة التدين)، لكن عندما حضرت الصلاة قام أولادها يصلون بدون أن تناديهم Suatu ketika ia berkunjung kerumah seorang kerabat dekatnya (seorang yg biasa2 saja dari segi agama) , tapi ketika datang waktu sholat, semua anak2nya langsung bersegera melaksanakan sholat tanpa diperintah.... تقول .. قلت لها : كيف يصلي أولادك من أنفسهم بدون خصام وتذكير ؟ !!! Ia berkata: Aku berkata padanya "Bagaimana anak2mu bisa sholat dg kesadaran mereka tanpa berdebat dan tanpa perlu diingatkan? قالت والله ليس عندي شي اقوله لك الا اني قبل أن أتزوج ادعو الله بهذا الدعاء وإلى يومنا هذا ادعو به Ia menjawab: Demi Allah, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa sejak jauh sebelum aku menikah aku selalu memanjatkan DO'A ini...dan sampai saat ini pun aku masih tetap bedo'a dg DO'A tersebut انا بعد نصيحتها هذه لزمت هذا الدعاء .. في سجودي وقبل التسليم وفي الوتر .. وفي كل اوقات الاجابه Setelah aku mendengarkan nasehatnya, aku selalu tanpa henti berdoa dg do'a ini.. Dalam sujudku... Saat sebelum salam... Ketika witir... Dan disetiap waktu2 mustajab... والله يا اخواتي.. ان بنتي هذه الآن بالثانوي.. من اول مابدأت الدعاء وهي التي توقظنا للصلاة وتذكرنا بها واخوانها كلهم ولله الحمد حريصون على الصلاة !! Demi Allah wahai saudara2ku... Anakku  saat ini telah duduk dibangku SMA.. Sejak aku memulai berdoa dg doa itu, anakku lah yg rajin membangunkan kami dan mengingatkan kami untuk sholat... Dan adik2nya, Alhamdulillah..mereka semua selalu menjaga sholat!!! حتى امي زارتني ونامت عندي ولفت انتباهها ان بنتي تستيقظ وتدور علينا توقظنا للصلاة !! Sampai2...saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah kami, ia tercengang  melihat anak perempuanku bangun pagi, kemudian membangunkan kami satu persatu untuk sholat... أعرف .. أنكم الآن متشوقون لتعرفوا هذا الدعاء .. الدعاء موجود في سورة ابراهيم Aku tahu anda semua penasaran ingin mengetahui doa apakah itu? Yaaa..doa ini ada di QS. ibrahim... والدعاء هو ...❕ ( رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء ) (إبراهيم ، 40) Doa ini adalah... "Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yg tetap melaksanakan sholat... Ya Robb kami, perkenankanlah doaku" فالدعاء الدعاء الدعاء وكما تعلمون الدعاء سلاح المؤمن Yaa...Doa...Doa...dan Doa... Sebagaimana anda semua tahu bahwa doa adalah senjata seorang mukmin  إرسلوها للكل حتى تعم الفائدة  Kirimkan tulisan ini agar lebih banyak orang yg mengambil manfaat...  إذا أعجبك الموضوع فلا تقل شكـراً قل :(رحم الله من نقلها لي ونقلها عني وجعلها بميزان حسناتكم Jika anda terkesan dg tulisan ini, jangan katakan Syukron... Tapi katakan: "Semoga Allah merahmati orang yang bersedia men-share (tulisan ini), kemudian menjadikannya pemberat bagi timbangan kebaikannya" اقرأ هذا الدعاء لأبنائك و سيبقون بحفظ الله .... ورعايته Baca selalu doa ini untuk anak2mu, biidznillah mereka akan selalu berada dalam penjagaa

Terkait kata jangan atau tidak

Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi karena lebih memilih berdamai. Ia tidak sombong bukan karena kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena menganggap rendah hati itu lebih aman baginya. Dan kelak, ia tidak berzina bukan karena takut adzab Alloh, tetapi karena menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orangtuanya. Nas alulloha salaman wal afiyah. Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi dengan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada lagi minat untuk mendakwahi manusia yang dalam kondisi bersalah, karena dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian”. Mereka bungkam melihat penistaan agama karena otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”. Itulah sebenar-benar paham liberal, yang ‘humanis’, toleran, dan menghargai pilihan-pilihan. Jadi, bila kita yakini dan praktikkan teori parenting barat itu, maka sesungguhnya kita bersiap anak-anak kita tumbuh menjadi generasi liberal. Haruskah kita simpan saja Al-Qur’an di lemari paling dalam, dan kita lebih memilih teori2 yahudi? Astagfirulloh! [Rujukan: Al-Qur’an, Akh Budi, Akh Yazid (Abu Hanin Komentar gurunda ustadz Fauzil Adhim: Terkait kata jangan atau tidak, dalam agama sudah sangat jelas bahwa kata jangan maupun tidak justru tak dapat dilepaskan. Syahadat diawali kata tidak. Nasehat Luqman menggunakan kata yang sama dengan makna jangan. Ada ribuan kata bermakna tidak/jangan dalam Al-Qur’an. Tapi jika kita cuma mengetik bahasa Endonesiyah “jangan” di Al-Qur’an for android, ketemunya cuma sekitar 360 Saya pernah membahas ini di buku Saat Berharga untuk Anak Kita. Di luar itu, jika kita seorang guru, salah satu hal penting untuk keberhasilan kelas adalah manajemen kelas. Dan urutan pertama dalam manajemen kelas adalah Aturan & Prosedur yang isi pokoknya Larangan dan Perintah. (Hasil diskusi via WA) http://tarbiahmoeslim.wordpress.com/2014/10/26/jadikan-al-quran-dan-as-sunnah-sebagai-pedoman-jangan-psycholog/ silahkan di share semoga bermanfaat untuk.semua . Maaf bila ada yg tdk setuju, iTu saya copas krn bagus..

Qaulan Sadiidaa untuk Anak Kita

Qaulan Sadiidaa untuk Anak Kita Oleh: Salim A. Fillah Remaja. Pernah saya menelusur, adakah kata itu dalam peristilahan agama kita? Ternyata jawabnya tidak. Kita selama ini menggunakan istilah ‘remaja’ untuk menandai suatu masa dalam perkembangan manusia. Di sana terjadi guncangan, pencarian jatidiri, dan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terhadap masa-masa itu, orang memberi permakluman atas berbagai perilaku sang remaja. Kata kita, “Wajar lah masih remaja!” Jika tak berkait dengan taklif agama, mungkin permakluman itu tak jadi perkara. Masalahnya, bukankah ‘aqil dan baligh menandai batas sempurna antara seorang anak yang belum ditulis ‘amal dosanya dengan orang dewasa yang punya tanggungjawab terhadap perintah dan larangan, juga wajib, mubah, dan haram? Batas itu tidak memberi waktu peralihan, apalagi berlama-lama dengan manisnya istilah remaja. Begitu penanda baligh muncul, maka dia bertanggungjawab penuh atas segala perbuatannya; ‘amal shalihnya berpahala, ‘amal salahnya berdosa. Isma’il ‘alaihissalaam, adalah sebuah gambaran bagi kita tentang sosok generasi pelanjut yang berbakti, shalih, taat kepada Allah dan memenuhi tanggungjawab penuh sebagai seorang yang dewasa sejak balighnya. Masa remaja dalam artian terguncang, mencoba itu-ini mencari jati diri, dan masa peralihan yang perlu banyak permakluman tak pernah dialaminya. Ia teguh, kokoh, dan terbentuk karakternya sejak mula. Mengapa? Agaknya Allah telah bukakan rahasia itu dalam firmanNya: Dan hendaklah takut orang-orang yang meninggalkan teturunan di belakang mereka dalam keadaan lemah yang senantiasa mereka khawatiri. Maka dari itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang lurus benar. (QSnAn Nisaa’ 9) Ya. Salah satu pinta yang sering diulang Ibrahim dalam doa-doanya adalah mohon agar diberi lisan yang shidiq. Dan lisan shidiq itulah yang agaknya ia pergunakan juga untuk membesarkan putera-puteranya sehingga mereka menjadi anak-anak yang tangguh, kokoh jiwanya, mulia wataknya, dan mampu melakukan hal-hal besar bagi ummat dan agama. Nah, mari sejenak kita renungkan tiap kata yang keluar dari lisan dan didengar oleh anak-anak kita. Sudahkah ia memenuhi syarat sebagai qaulan sadiidaa, kata-kata yang lurus benar, sebagaimana diamanatkan oleh ayat kesembilan Surat An Nisaa’? Ataukah selama ini dalam membesarkan mereka kita hanya berprinsip “asal tidak menangis”. Padahal baik agama, ilmu jiwa, juga ilmu perilaku menegaskan bahwa menangis itu penting. Kali ini, izinkan saya secara acak memungut contoh misal pola asuh yang perlu kita tataulang redaksionalnya. Misalnya ketika anak tak mau ditinggal pergi ayah atau ibunya, padahal si orangtua harus menghadiri acara yang tidak memungkinkan untuk mengajak sang putera. Jika kitalah sang orangtua, apa yang kita lakukan untuk membuat rencana keberangkatan kita berhasil tanpa menyakiti dan mengecewakan buah hati kita? Saya melihat, kebanyakan kita terjebak prinsip “asal tidak menangis” tadi dalam hal ini. Kita menyangka tidak menangis berarti buah hati kita “tidak apa-apa”, “tidak keberatan”, dan “nanti juga lupa.” Betulkah demikian? Agar anak tak menangis saat ditinggal pergi, biasanya anak diselimur, dilenabuaikan oleh pembantu, nenek, atau bibinya dengan diajak melihat –umpamanya- ayam, “Yuk, kita lihat ayam yuk.. Tu ayamnya lagi mau makan tu!” Ya, anak pun tertarik, ikut menonton sang ayam. Lalu diam-diam kita pergi meninggalkannya. Si kecil memang tidak menangis. Dia diam dan seolah suka-suka saja. Tapi di dalam jiwanya, ia telah menyimpan sebuah pelajaran, “Ooh.. Aku ditipu. Dikhianati. Aku ingin ikut Ibu tapi malah disuruh lihat ayam, agar bisa ditinggal pergi diam-diam. Kalau begitu, menipu dan mengkhianati itu tidak apa-apa. Nanti kalau sudah besar aku yang akan melakukannya!” Betapa, meskipun dia menangis, alangkah lebih baiknya kita berpamitan baik-baik padanya. Kita bisa mencium keningnya penuh kasih, mendoakan keberkahan di telinganya, dan berjanji akan segera pulang setelah urusan selesai insyaallah. Meski menangis, anak kita akan belajar bahwa kita pamit baik-baik, mendoakannya, tetap menyayanginya, dan akan segera pulang untuknya. Meski menangis, dia telah mendengar qaulan sadiida, dan kelak semoga ini menjadi pilar kekokohan akhlaqnya. Di waktu lain, anak yang kita sayangi ini terjatuh. Apa yang kita katakan padanya saat jatuhnya? Ada beberapa alternatif. Kita bisa saja mengatakan, “Tuh kan, sudah dibilangin jangan lari-lari! Jatuh bener kan?!” Apa manfaatnya? Membuat kita sebagai orangtua merasa tercuci tangan dari salah dan alpa. Lalu sang anak akan tumbuh sebagai pribadi yang selalu menyalahkan dirinya sepanjang hidupnya. Atau bisa saja kita katakan, “Aduh, batunya nakal yah! Iih, batunya jahat deh, bikin adek jatuh ya Sayang?” Dan bisa saja anak kita kelak tumbuh sebagai orang yang pandai menyusun alasan kegagalan dengan mempersalahkan pihak lain. Di kelas sepuluh SMA, saat kita tanya, “Mengapa nilai Matematikamu cuma 6 Mas?” Dia tangkas menjawab, “Habis gurunya killer sih Ma. Lagian, kalau ngajar nggak jelas gitu.” Atau bisa saja kita katakan, “Sini Sayang! Nggak apa-apa! Nggak sakit kok! Duh, anak Mama nggak usah nangis! Nggak apa-apa! Tu, cuma kayak gitu, nggak sakit kan?” Sebenarnya maksudnya mungkin bagus: agar anak jadi tangguh, tidak cengeng. Tapi sadarkah bahwa bisa saja anak kita sebenarnya merasakan sakit yang luar biasa? Dan kata-kata kita, telah membuatnya mengambil pelajaran; jika melihat penderitaan, katakan saja “Ah, cuma kayak gitu! Belum seberapa! Nggak apa-apa!” Celakanya, bagaimana jika kalimat ini kelak dia arahkan pada kita, orangtunya, di saat umur kita sudah uzur dan kita sakit-sakitan? “Nggak apa-apa Bu, cuma kayak gitu. Jangan nangis ah, sudah tua, malu kan?” Akankah kita ‘kutuk’ dia sebagai anak durhaka, padahal dia hanya meneladani kita yang dulu mendurhakainya saat kecil? Ah.. Qaulan sadiida. Ternyata tak mudah. Seperti saat kita mengatakan untuk menyemangati anak-anak kita, “Anak shalih masuk surga.. Anak nakal masuk neraka..” Betulkah? Ada dalilnya kah? Padahal semua anak jika tertakdir meninggal pasti akan menjadi penghuni surga. Juga kata-kata kita saat tak menyukai keusilan –baca; kreativitas-nya semisal bermain dengan gelas dan piring yang mudah pecah. Kita kadang mengucapkan, “Hayo.. Allah nggak suka lho Nak! Allah nggak suka!” Sejujurnya, siapa yang tak menyukainya? Allah kah? Atau kita, karena diri ini tak ingin repot saja. Alangkah lancang kita mengatasnamakan Allah! Dan alangkah lancang kita mengenalkan pada anak kita satu sifat yang tak sepantasnya untuk Allah yakni, “Yang Maha Tidak Suka!” Karena dengan kalimat kita itu, dia merasa, Allah ini kok sedikit-sedikit tidak suka, ini nggak boleh, itu nggak benar. Alangkah agungnya qaulan sadiida. Dengan qaulan sadiida, sedikit perbedaan bisa membuat segalanya jauh lebih cerah. Inilah kisah tentang dua anak penyuka minum susu. Anak yang satu, sering dibangunkan dari tidur malas-malasannya oleh sang ibu dengan kalimat, “Nak, cepat bangun! Nanti kalau bangun Ibu bikinkan susu deh!” Saat si anak bangun dan mengucek matanya, dia berteriak, “Mana susunya!” Dari kejauhan terdengar adukan sendok pada gelas. “Iya. Sabar sebentaar!” Dan sang ibupun tergopoh-gopoh membawakan segelas susu untuk si anak yang cemberut berat. Sementara ibu dari anak yang satunya lagi mengambil urutan kerja berbeda. Sang ibu mengatakan begini, “Nak, bangun Nak. Di meja belajar sudah Ibu siapkan susu untukmu!” Si anakpun bangun, tersenyum, dan mengucap terimakasih pada sang ibu. Ibu pertama dan kedua sama capeknya; sama-sama harus membuat susu, sama-sama harus berjuang membangunkan sang putera. Tapi anak yang awal tumbuh sebagai si suka pamrih yang digerakkan dengan janji, dan takkan tergerak oleh hal yang jika dihitung-hitung tak bermanfaat nyata baginya. Anak kedua tumbuh menjadi sosok ikhlas penuh etos. Dia belajar pada ibunya yang tulus; tak suka berjanji, tapi selalu sudah menyediakan segelas susu ketika membangunkannya. Ya Allah, kami tahu, rumahtangga Islami adalah langkah kedua dan pilar utama dari da’wah yang kami citakan untuk mengubah wajah bumi. Ya Allah maka jangan Kau biarkan kami tertipu oleh kekerdilan jiwa kami, hingga menganggap kecil urusan ini. Ya Allah maka bukakanlah kemudahan bagi kami untuk menata da’wah ini dari pribadi kami, keluarga kami, masyarakat kami, negeri kami, hingga kami menjadi guru semesta sejati. Ya Allah, karuniakan pada kami lisan yang shidiq, seperti lisan Ibrahim. Karuniakan pada kami anak-anak shalih yang kokoh imannya dan mulia akhlaqnya, seperti Isma’il. Meski kami jauh dari mereka, tapi izinkan kami belajar untuk mengucapkan qaulan sadiida, huruf demi huruf, kata demi kata. Aamiin. Sepenuh cinta. [sumber: salimfillah.com]