Saturday, August 18, 2018

Threshold Concepts

Redhead, K.J. (2012) Development of personal finance as an academic discipline. PhD thesis. Coventry: Coventry University. p. 27-28

Threshold concepts are ideas that transform a person’s thinking (Meyer and Land, 2005). When a
threshold concept is successfully communicated to someone that person acquires a new way of
understanding, interpreting, or viewing something. Threshold concepts are transformative, in that they
occasion significant shifts in the perception of a subject. They are also likely to be integrative, in that
they expose relationships between subjects. The process of developing an understanding of a threshold
concept gives the person a new way of interpreting events and situations. Arguably education should
aim to communicate threshold concepts.
Every discipline has its own threshold concepts that are essential for students to understand.
Understanding the threshold concepts is necessary if someone wants to be able to think like a
professional. There is a distinction between learning engineering and thinking like an engineer, or
learning economics and thinking like an economist. When a person is able to think like an engineer or
think like an economist then that person is capable of being an engineer or an economist. A student
first learns about personal financial advice, then develops the ability to think financially, and then can
become an effective personal financial adviser. Threshold concepts are more than just learning; they
transform a person’s way of thinking and significantly change the person. It is not necessarily easy to
identify the threshold concepts of a discipline. The identification of threshold concepts may require the
assessment of a consensus opinion, for example by means of questionnaire-based surveys as used by
Shea and West (1996) in relation to topical areas in industrial engineering. Since personal finance is
not yet widely taught (beyond professional training programmes) such a consensus is not yet available.
People can be resistant to changing the way they think, and can therefore be resistant to threshold
concepts. Threshold concepts change the way a person looks at matters, and thinks about those matters.
This can be disconcerting, particularly if it leads to the person questioning previous practice or is
inconsistent with strongly held beliefs. Confirmation bias causes people to be unwilling to accept new
ideas if those ideas conflict with existing opinions. For these reasons people who have earned a living
from financial advice for many years may be reluctant to engage with threshold concepts. Resistance to
a threshold concept may be stronger if the student has to work hard to understand it. For such reasons
threshold concepts are often regarded as troublesome knowledge. The articles in the Journal of
Financial Planning (2009) and the Journal of Financial Service Professionals (2010 and 2011) show
the relevance of behavioural concepts to personal financial advice and hence demonstrate that it is
worth the effort (and perhaps mental trauma) of acquiring some threshold concepts that arise from
psychology (such as the illusion of control and the confirmation bias). The articles in Money
Management (2010) showed the usefulness of threshold concepts from psychology, economics, and
mathematics for personal financial advisers. Personal Finance and Investments: A Behavioural
Finance Perspective (2008) showed the relevance of many threshold concepts to personal finance.

Wednesday, August 1, 2018

Mengenal "Literasi Dasar"

(Sumber: ig donasibuku.kemdikbud 1 Agt 2018)

1. Literasi Baca-Tulis
Literasi baca-tulis bisa disebut sebagai moyang segala jenis literasi karena memiliki sejarah amat panjang. Literasi ini bahkan dapat dikatakan sebagai makna awal literasi, meskipun kemudian dari waktu ke waktu makna tersebut mengalami perubahan.
Tidak mengherankan jika pengertian literasi baca-tulis mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada mulanya literasi baca-tulis sering dipahami sebagai melek aksara, dalam arti tidak buta huruf. Kemudian melek aksara dipahami sebagai pemahaman atas informasi yang tertuang dalam media tulis. Tidak mengherankan jika kegiatan literasi baca-tulis selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Lebih lanjut, literasi baca-tulis dipahami sebagai kemampuan berkomunikasi sosial didalam masyarakat. Disinilah literasi baca-tulis sering dianggap sebagai kemahiran berwacana.

2. Literasi Numerasi
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisa informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.
Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat disekeliling kita.

3. Literasi Sains
Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains (OECD, 2016).

4. Literasi Finansial
Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberikan penekanan mengenai pentingnya inklusi finansial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari literasi finansial. Pengertian inklusi finansial sendiri adalah sebuah proses yang menjamin kemudahan akses, ketersediaan, dan penggunaan sistem keuangan formal untuk semua individu.

5. Literasi Digital
Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat.
Namun, literasi informasi baru menyebar luas pada dekade 1990-an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi.

6. Literasi Budaya & Kewargaan
Literasi budaya merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi kewargaan adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dengan demikian, literasi budaya dan kewargaan merupakan kemampuan individu dan masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan sosialnya sebagai bagian dari suatu budaya dan bangsa.
Literasi budaya dan kewargaan menjadi hal yang penting untuk dikuasai di abad ke-21, Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial.