Friday, June 1, 2018

Menumbuhkan Kecintaan, Mengenalkan Syariat, Keajaiban Sains

ARTIKEL 1

FB Harry Santosa

Makna Adab bagi Anak Usia Dini

Balita atau usia dini itu memang belum saatnya harus beradab dalam arti tertib dan disiplin. Adab di usia dini itu gairah melakukan kebaikan, bukan sempurna melakukan kebaikan. Banyak orangtua atau guru, ingin anak anaknya segera beradab sejak dini, tanpa tahu makna adab, walhasil kelak menjumpai anaknya malah tak beradab ketika besar.

Misalnya Adab pada Ilmu di usia dini berbeda dengan adab pada ilmu di usia setelahnya. Di usia dini, adab pada ilmu bukanlah duduk diam tertib santun mendengarkan guru, tetapi adalah gairah dan cinta pada buku, gairah pada kisah kisah tokoh ilmuwan, gairah keseruan bermain di alam terbuka dengan menyentuh, meraba, berlarian bereksplorasi dstnya.

Sholat adalah adab kpd Allah, bahkan baru diperintah ketika usia 7 tahun, bukan sejak dini. Apakah Allah lalai mengadabkan anak usia dini? Subhanallah, Allah Maha Tahu bahwa fitrah anak usia dini belum saatnya diperintah dengan formal. Adab pada usia dini bukan tertib dan disiplin, tetapi gairah kecintaan untuk melakukan kebaikan walau tak sempurna.

Begitupula dengan Berpuasa atau shaum, bagi anak usia dini, shoum itu bukan harus puasa sehari penuh, tetapi jadikan keseruan Ramadhan dalam aktifitas keseharian, misalnya gairah ketika bangun sahur bersama dengan makanan kesukaan di tenda di halaman rumah, antusias ketika jalan bersama ayah ke masjid sambil bernasyid walau sampai masjid ia main atau tertidur, semangat ketika masak bareng bunda menu berbuka puasa yg unik, keseruan ketika berbuka bersama dan bertarawih dstnya.

Begitupula "Berzakat" apakah kita mewajibkan anak usia dini tertib berzakat? Tentu tidak bukan, tetapi gairah berkunjung ke panti asuhan dan berbagi hadiah pada anak yatim, membagikan ta'jil kepada orang lewat, mengantarkan makanan ke tetangga, dstnya.

Jadi ayah bunda, turunkan ekspektasi, jangan artikan adab sebagai disiplin formal dan etika untuk anak usia dini, jangan tergesa mengadabkan shg harus sempurna dan tertib, jangan gunakan ukuran orang dewasa, nanti anak malah membenci adab sepanjang hidupnya.

Shabar saja utk membuatnya cinta pd kebaikan, teladankan saja adab itu pada ananda usia dini hingga berbinar matanya, hingga asik bahagia gesturnya.... kelak kau kan menyaksikan betapa ananda akan bergairah untuk beradab sepanjang hidupnya

Salam Pendidikan Peradaban

#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah

https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa/posts/10216012758501908


ARTIKEL 2

Kecil-Kecil Berpuasa

Generasi salaf adalah generasi teladan. Muslim maupun muslimahnya, orang dewasa maupun anak kecilnya, dalam perkara ibadah maupun muamalah.

Di antara bentuk keteladanan generasi salaf adalah melatih anak kecil yang belum mukallaf untuk turut beribadah bersama kaum muslimin. Salah satu ibadah tersebut adalah puasa.

Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz; dia berkata, “Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi hari asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah.

من كان أصبح صائما فليتمّ صومه ومن كان أصبح مفطرا فليتمّ بقية يومه

‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa, hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa (sudah sarapan), hendaknya menahan (makan dan minum) sampai selesai.’

Setelah adanya pengumuman itu, kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan puasa. Kami juga mengajak mereka ke masjid dan memberikan mereka mainan dari kulit (wol). Jika mereka menangis karena lapar, kami menyodorkan mainan sampai waktu berbuka puasa tiba.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selengkapnya di https://muslimah.or.id/5692-kecil-kecil-sudah-berpuasa-tips-melatih-anak-kecil-berpuasa.html


DISKUSI (SINGKAT)

Tampaknya, kedua artikel diatas sedikit "bertentangan"... walau tentu saja sebenarnya antara keduanya bisa dikompromikan. Tapi saya sedang tidak ingin membahas bagaimana mengkompromikan kedua artikel itu, saya sedang ingin membahas mengapa saya lebih condong kepada artikel 1 daripada artikel 2. Dengan sedikit membuka aib, saya harus membuat pernyataan bahwa saya adalah "korban" pemaksaan syariat sebelum penumbuhan cinta dituntaskan. Di masa kecil saya lebih dahulu diharuskan belajar tentang syariat sebelum kecintaan terhadap agama tumbuh. Hasilnya, sampai saat ini bisa jadi saya tahu hukum2 syariat ini itu tetapi untuk menerapkannya dalam kehidupan pribadi suliiit sekali. Kalau di komunitas jiwa sehat Indonesia mungkin saya ini dianggap punya gangguan mental emosional, dan bisa jadi memang benar karena: Jika orang lain marah kemudian mengucap istighfar katanya akan mengurangi kemarahannya, tapi buat saya? jika saya sedang marah dan ada yang (menyuruh) mengucap istighfar, saya malah tambah marah! (imagine that!)

Ketika saya mulai dewasa dan sudah tidak "dipaksa" mempelajari agama, saya baru mencari apa yang membuat saya stay a muslim and maybe start to love Islam. Sampai akhirnya saya menemukan buku keajaiban ilmiah dalam Quran (dulu buku seperti ini masih jarang sekali ada).

Di Ramadan 1439 H (m. 2018 AD) ini, saya suka sekali membaca ayat2 sains, dan bagaimana ayat2 tersebut bisa mendeskripsikan detil2 sains yang belum ditemukan -hasn't been discovered by modern science- pada tahun m. 632 AD (anno domini, 632 years after Jesus born). Dan bagaimana ayat2 sains yang saat ini (present) kebanyakan sudah dibuktikan kebenarannya menggunakan metodologi ilmiah oleh para ilmuwan, disandingkan dengan ayat2 prediksi masa depan (future) tentang kejadian2 setelah manusia meninggalkan dunia ini. Well, mudah2an setelah ini saya mendapat sedikit lebih banyak energi dan kemudahan untuk menerapkan lebih banyak ilmu yang sudah saya pelajari secara teori ke dalam praktek (aamiin yaa rabbal 'aalamiin).

Aaand... contact me if you want to know how to compromise -mengkompromikan kedua artikel tersebut diatas- I might have the mood to have a chat about it.

No comments: