Thursday, December 11, 2014

PASCA: Manajemen Harta (13) Rangkuman Materi UAS (8)

Implementasi maqasid syariah dalam operasional IWM Dari catatan kuliah Pak Ino dan Pak Firdaus Maqashid syariah yaitu menjaga kelima hal, dimana dalam manajemen harta Islami harusnya tujuannya adalah menjaga kelima hal tersebut. Hal ini dapat dikaitkan dengan kasus pemurtadan kaum muslimin dikarenakan kemiskinannya, yaitu hifzhu ad diin agar harta digunakan dengan jalan sebaik2nya untuk menjaga hal tersebut. Prinsip2 yang harus diperhatikan dalam manajemen harta: - Islam adalah sebagai jalan hidup, way of life - Manusia adalah khalifah di muka bumi - Allah adalah sumber dari segala sumber rezeki, jangan sampai hanya untuk nikmat di dunia saja seharusnya sampai di akhirat - Manajemen harta adalah sebagai bagian dari ibadah yang tidak hanya dilakukan pada waktu tertentu dan tempat tertentu melainkan harus dikerjakan setiap saat dan dimanapun. Islam sebagai jalan hidup maka harus meyakini maqashid syariah yaitu yang merupakan kebutuhan dharuriyah. Islamic wealth management diawali dari Islamic financial planning yaitu keuangan, tetapi dalam perkembangannya tidak hanya sisi keuangan saja yang harus dikelola. Harta dikelola untuk menjaga agama, untuk menjaga kelangsungan hidup, untuk menjaga keturunan termasuk untuk pendidikan, untuk menjaga akal, untuk menjaga / memproteksi harta itu sendiri agar tidak hanya sekedar banyak harta tetapi juga harus berkah. Oleh karena itu Islamic wealth management dibutuhkan tidak hanya oleh orang kaya saja tetapi yang miskin juga perlu. Dari buku Sakinah Finance Secara sederhana, maqashid syariah menjelaskan tujuan asas/niat/prinsip diberlakukannya syariah atau aturan agama. Maqashid syariah adalah tujuan dasar dari ditetapkannya suatu aturan agama (syariah) dalam Islam. Secara umum ada lima maksud dari syariah yaitu: perlindungan agama (hifzhu ad diin), garis keturunan (hifzhu an nasl), jiwa (hifzhu an nafs), ilmu pengetahuan (hifzhu al ‘aql), dan harta (hifzhu al maal). Dalam hal ini paling tidak dapat dijelaskan dalam tiga dimensi, yaitu: 1. sesuatu yang pokok atau necessity (dharuriyyat) 2. kebutuhan yang bersifat sekunder atau needs (hajiyyat) dan 3. semua yang bersifat pelengkap kehidupan / barang mewah atau luxuries (tahsiniyyat) Dalam melaksanakan maksud ini, dimensi kebutuhan atau skala prioritas merupakan komponen utama. Misalnya, dalam hal mencari harta, seseorang bisa dikatakan mengutamakan yang pokok (dharuriyyat) ketika berusaha sekuat tenaga dan sengaja melakukan hal2 yang memastikan terwujudnya perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, akal (ilmu), dan harta. Oleh karena itu, dalam konteks konsumsi atau belanja dalam Islam, sesuatu dikatakan sebagai kebutuhan pokok atau primer apabila dia mampu melindungi agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta konsumen tersebut. Adapun yang disebut sebagai kebutuhan sekunder adalah apabila yang tidak dikonsumsi tidak menimbulkan darurat seperti hilangnya akal, nyawa, atau harta. Oleh karena itu, sakinah financial bisa dijelaskan sebagai cara hidup yang selalu merasa cukup atau qanaah, paling tidak kebutuhan pokok dan sekunder telah terpenuhi. Sementara itu, untuk barang2 non primer atau tersier, bisa dimiliki dalam batas yang wajar dan untuk tujuan kebaikan. Kondisi keuangan sakinah yang diinginkan dalam konteks maqashid syariah adalah: posisi keuangan berimbang dimana pendapatan dikurangi pengeluaran tahsiniyyat, hajiyyat, dan dharuriyyat hasilnya seimbang (balance) atau 0, dan posisi keuangan surplus yaitu ketika pendapatan dikurangi pengeluaran hasilnya lebih (surplus). Sedangkan yang harus dihindari adalah posisi keuangan deficit dimana pendapatan dikurangi pengeluaran hasilnya negative atau minus, yaitu pendapatannya tidak mencukupi pengeluaran. Kondisi deficit dapat disebabkan oleh dua hal yaitu karena kurang mampu atau karena gaya hidup. Perencanaan keuangan merupakan bagian dari maqashid syariah: Salah satu upaya untuk melindungi harta adalah dengan merencanakan seluruh aspek keuangan keluarga. Barangkali hifzhu disini bukan dari aksi pencurian atau perampokan, melainkan lebih dari kehilangan nilai dan penyalahgunaan. Misalnya, perilaku konsumtif, mubazir, berlebih2an, atau mis-management, yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya harta yang sudah dimiliki. Ketika pengelolaan keuangan dalam Islam dilihat dari aspek maqashid dan penyusunan prioritas sesuai dengan kategori dharuriyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat, dimensinya akan berubah menjadi suatu keharusan yang bernuansa ibadah.

No comments: