Saturday, March 26, 2016

Resume Buku tentang Konsumsi Islami (2) Fiqih Finansial

FIQIH FINANSIAL

Alokasi Dana (hlm 113-126)

Setelah meneliti nash-nash syariat, diketahui bahwa sesungguhnya hikmah dijelaskannya beberapa alokasi dana yang terlarang adalah sebagai berikut:
1. Merupakan tindakan yang menyimpang dari tujuan dan maksud syariat
2. Merupakan perilaku penyia-nyiaan dan penghamburan harta benda
3. Merupakan penghancuran hak umat secara keseluruhan
4. Tindakan tersebut dapat menghalangi nikmat kekayaan
5. Tindakan tersebut menyebabkan penyesalan di akhirat
Alokasi dana untuk barang dan perilaku yang haram tidak diperbolehkan diantaranya: alokasi dana untuk patung dan berhala, jual beli darah, pembelanjaan harta benda dalam hiburan dan hura-hura. Yang dimaksud dengan hiburan adalah pemuasan hawa nafsu dengan cara-cara yang haram seperti berhura-hura, bermabuk-mabukan, dan sebagainya.
Alokasi dana yang berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah, contohnya:
1. Berlebihan dalam hal makanan, minuman, dan berpakaian.
2. Berlebihan dalam hal kendaraan, contohnya berganti-ganti mobil bukan karena desakan kebutuhan, namun lebih karena ingin supaya tampak gengsi, membanggakan diri, dan dikagumi oleh orang lain.
3. Berlebihan dalam membangun, seperti membangun sebuah bangunan yang tidak bermanfaat dan tidak dibutuhkan atau membangun untuk menyombongkan diri dan memamerkannya.
4. Berlebihan dalam acara pesta seperti pesta yang diselenggarakan dengan menghambur-hamburkan banyak harta, termasuk sikap pemborosan, bid’ah, suka pamer kekayaan, membanggakan diri, mengabaikan sunnah dan keberkahan.
5. Membelanjakan harta untuk wisata secara berlebihan. Wisata pada dasarnya mubah selama: (1) memperhatikan skala prioritas seperti mendahulukan ibadah haji, utang dan kewajiban jihad, (2) tidak bercampur dengan perkara yang terlarang seperti pelacuran dan minuman keras, (3) tetap melakukan amar makruf nahi munkar selama berwisata, (4) perjalanan wisata tidak memperkuat perekonomian musuh-musuh Islam.

Manhaj Islam dalam Membelanjakan Harta (hlm 143-158)

Ketentuan membelanjakan harta: memulai dengan skala prioritas, berinfak dengan kelebihan dari kebutuhan pokok, menyegerakan berinfak sebelum kematian menjemput, berinfak dari harta yang dicintai, sederhana dalam berinfak. Adapun ketentuan yang terkait dengan permasalahan konsumerisme dijelaskan lebih lanjut yaitu sederhana dan seimbang dalam berinfak, dan menghindari israf, tabdzir, bakhil, kikir.
Sederhana adalah sebuah sikap pertengahan dan seimbang, yakni antara sikap berlebihan dan boros dan sikap bakhil dan kikir. Israf atau berlebihan adalah menggunakan sesuatu melebihi takaran yang selayaknya atau melebihi standar yang dibutuhkan. Tabdzir atau pemborosan adalah menggunakan sesuatu pada tempat dan kondisi yang tidak semestinya, seperti membelanjakan harta untuk hal yang diharamkan. Bakhil adalah sikap menahan harta milik pribadi. Hakikat bakhil adalah menahan hak-hak yang wajib ditunaikan dan bersikap kikir dalam infak-infak yang sunah. Taqtir atau kikir adalah mempersempit pemberian dan terlalu hemat dalam menafkahi keluarganya sehingga membuat kelaparan. Sikap berlebihan merupakan penghancuran dan pembinasaan terhadap harta benda sehingga infak tidak dapat dijaga dan dilestarikan. Sedangkan sifat kikir itu berakibat kepada penahanan harta sehingga tidak tersalurkan kepada orang-orang yang berhak atasnya. (hlm 155-156)

Larangan Membelanjakan Harta bagi Orang Kaya (al-Hajr) hlm 159


Abdullah Lam bin Ibrahim yang menulis Fiqih Finansial: (2005). Buku ini merupakan buku terjemahan dengan judul asli “Ahkamul Aghniya’ fisy Syari’ah Al-Islamiyyah wa Atsaruhu” diterbitkan oleh penerbit Darun Nafais di Amman, Yordania. Buku ini ditulis berdasarkan hasil penelitian ilmiah.

No comments: