Saturday, March 26, 2016

Resume Buku tentang Konsumsi Islami (8) Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam

Mustafa Edwin Nasution, M.Sc., MAEP, Ph.D., Ir. Budi Setyanto, M.Si., Nurul Huda, SE., MM., M.Si., Muhammad Arief Mufraeni, Lc., M.Si., Bey Sapta Utama, SE., M.Si. menulis Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (2010). Buku ini merupakan buku teks ekonomi Islam.

Perilaku konsumsi Islami berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits perlu didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan yang mengintegrasikan keyakinan kepada kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas ini.(60)
Akibat dari rasionalitas konsumsi yang lebih mendukung individualisme dan self interest, maka keseimbangan umum tidak dapat dicapai. Yang terjadi adalah munculnya berbagai ketimpangan dalam berbagai persoalan sosioekonomi. Untuk itu perlu menginjeksikan nilai-nilai (values) dalam sektor konsumsi sehingga tidak membahayakan bagi keselamatan manusia itu sendiri.(61)
Konsep an-nafs al-muthmainah. Jiwa yang tenang ini tentu saja tidak berarti jiwa yang mengabaikan tuntutan aspek material dari kehidupan. Tentu saja ia tetap memerlukan semua pemenuhan kebutuhan fisiologis jasmani termasuk juga kenyamanan-kenyamanan (comforts). Pemuasan kebutuhan harus dibarengi dengan adanya kekuatan moral, ketiadaan tekanan batin (tension) dan adanya keharmonisan hubungan antar sesama manusia dalam sebuah masyarakat. Disinilah perlu diinjeksikan sikap hidup peduli kepada nasib orang lain (al-iitsar). Sikap ini tentu akan meniadakan berbagai varian dari pola konsumsi materialistis seperti conspicuous consumption. Konsumsi model ini secara agama tidak mendapatkan dasar pijakan dan secara ekonomi berbahaya karena hanya menguras devisa negara dan secara sosial merenggangkan keharmonisan hidup bermasyarakat.

Konsep Maslahah dalam Perilaku Konsumen Islami
Maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini.(62) Semua aktivitas yang memiliki maslahah bagi umat manusia, disebut “needs” atau kebutuhan. Dan semua kebutuhan ini harus dipenuhi.
Mencukupi kebutuhan –dan bukan memenuhi kepuasan / keinginan- adalah tujuan dari aktivitas ekonomi
Mencukupi kebutuhan –dan bukan memenuhi kepuasan / keinginan- adalah tujuan dari aktivitas ekonomi
Mencukupi kebutuhan –dan bukan memenuhi kepuasan / keinginan- adalah tujuan dari aktivitas ekonomi Islami, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama.
Adapun sifat-sifat maslahah sebagai berikut:
- Maslahah bersifat subjektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakin bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility, kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu. Misalnya, bila seseorang mempertimbangkan bunga bank memberi maslahah bagi diri dan usahanya, namun syariah telah menetapkan keharaman bunga bank, maka penilaian individu tersebut menjadi gugur.
- Maslahah orang per orang akan konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal dimana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
- Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi.
Maslahah terbagi 2: 1) yang menyangkut kehidupan dunia dan akhirat, dan 2) yang menyangkut kehidupan akhirat saja.
Individu Islam memiliki 2 jenis pilihan:
1. Berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk maslahah1 dan maslahah2.
2. Bagaimana memilih didalam maslahah1: berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dunia dan berapa bagian untuk kebutuhan akhirat.
Pada tingkat pendapatan tertentu
Penjelasan tingkatan maslahah(64)
Nasihat Abu Bakar untuk tidak menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu hari saja.
Nasihat Muawiyah “pengaturan belanja yang baik itu merupakan setengah usaha, dan dia dianggap sebagai setengah mata pencaharian”. Umat Islam dalam mencari harta sampai membelanjakannya tetap berpedoman bahwa itu semua merupakan bagian dari ibadah.
Konsumsi barang impor untuk kebutuhan dan barang mewah memperburuk neraca transaksi.
Islam memperkenalkan konsep israf dan tabzir. Islam membentuk jiwa dan pribadi yang beriman, bertakwa, bersyukur, dan menerima.(65)
Pola hidup konsumtivisme tidak pantas untuk pribadi yang beriman dan bertakwa. Gaya hidup yang cocok adalah simple living (hidup sederhana) dalam pengertian yang benar secara syar’i.
Pengeluaran rumah tangga muslim lebih mengutamakan kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Kebutuhan pokok ada 3:
1. Primer: nafkah pokok yang dapat mewujudkan 5 tujuan syariat yaitu memelihara jiwa, akal, agama, keturunan, dan kehormatan. Tanpa kebutuhan primer kehidupan manusia tidak akan berlangsung. Meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan, dan pernikahan.
2. Sekunder: kebutuhan manusia untuk memudahkan kehidupan, agar terhindar dari kesulitan.
3. Pelengkap: kebutuhan yang dapat menciptakan kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia.
Ibu rumah tangga yang umumnya merupakan manajer rumah tangga, mesti disiplin dalam menempati skala prioritas kebutuhan tadi, sesuai dengan pendapatan yang diperoleh suaminya.
Jika sudah memenuhi semua kebutuhan, Islam tetap mengharamkan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan terkesan mewah, karena dapat mendatangkan kerusakan dan kebinasaan. QS al-Israa ayat 16. (66)
Untuk mencegah gaya hidup mewah, pembelanjaan yang tidak mendatangkan manfaat materiil maupun spiritual diharamkan. Terutama untuk barang haram dan yang mengarah pada bid’ah dan kebiasaan buruk.
Tidak pula membuat kikir. Islam mengajarkan sikap pertengahan dalam mengeluarkan harta, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. QS Al Furqan: 67 dan QS Al Israa: 29.
Pembagian rezeki telah ditentukan batasan, kadar, dan jenisnya.

No comments: