Saturday, November 9, 2013

PASCA: Fiqh Muamalah (7) Salam dan Istishna'



SALAM

Akad salam barang belum ada di tangan penjual tetapi sudah dibayarkan oleh pembeli. Ada hadits dilarangnya menjual barang yang belum dimiliki. Pada dasarnya salam menjual barang yang belum dimiliki dan sudah dilarang oleh Rasulullah, tetapi dikecualikan oleh Rasulullah dan karena adanya “haajah” (kebutuhan) antara penjual dan pembeli. Yaitu penjual membutuhkan dana untuk modal sedangkan penjual membutuhkan barang tersebut pada waktu yang ditentukan dan dengan harga yang lebih murah. Diperbolehkannya dengan adanya pe rbedaan harga dari adanya jarak waktu.

Rasulullah melarang jual beli hutang dengan hutang (haditsnya dhaif) dan ada ijma ulama juga tidak boleh jual beli hutang dengan hutang. Jual beli hutang dengan hutang yaitu tidak tunai dengan tidak tunai, barang dan uang tidak tunai yaitu diserahkan 2-3 bulan lagi. Sedangkan pada bursa komoditi tidak ada yang tunai, sehingga menjadi perjudian. Dalil harus tunai dalam hadits “fal yuslif” yang menjadi landasan dalil dibolehkannya akad salam.

Akad salam parallel diperbolehkan jika akad yang pertama dengan akad yang kedua tidak saling tergantung. Bank membuat akad salam dengan petani, kemudian bank membuat akad salam baru dengan pemborong. Sehingga tidak termasuk riba dan tidak termasuk gharar. Hikmahnya dibolehkan karena resiko, resikonya sudah ditanggung oleh bank dan tidak ditanggung oleh petani. Resiko bank harus dapat memberikan barang pada waktunya kepada pemborong. Salam dengan menunjuk pohonnya tidak boleh karena ghararnya besar, karena pada salam harus dijelaskan spesifikasi barangnya contoh mangga kualitas A.
Dalil diperbolehkannya akad salam adalah kata “syai’” / sesuatu sehingga apa saja bisa dijadikan objek salam baik berupa barang dan jasa, seperti tiket pesawat, buah.

ISTISHNA’

Merupakan bagian dari akad salam tetapi ada perbedaannya yaitu tidak dibayarkan penuh di muka. Akad istishna’ tidak diperbolehkan oleh jumhur ulama klasik karena menjadi hutang dengan hutang. Sedangkan OKI membolehkan akad istishna’ dalam KPR karena transaksi ini merupakan gabungan jual beli dengan ijarah, yaitu yang ada proses pembuatannya. Hutang dengan hutang diperbolehkan untuk akad ijarah (jasa).  Dalam kasus KPR indent yang dikuatkan adalah akad ijarahnya dan digabung dengan jual beli istishna’.
Dalam kasus istishna’ antara pembeli langsung dengan developer, dan adanya denda jika terjadi keterlambatan penyerahan barang ataupun keterlambatan pembayaran cicilan… bersambung

No comments: