SALAM
Akad salam barang belum ada di tangan penjual tetapi sudah dibayarkan
oleh pembeli. Ada hadits dilarangnya menjual barang yang belum dimiliki. Pada
dasarnya salam menjual barang yang belum dimiliki dan sudah dilarang oleh
Rasulullah, tetapi dikecualikan oleh Rasulullah dan karena adanya “haajah”
(kebutuhan) antara penjual dan pembeli. Yaitu penjual membutuhkan dana untuk
modal sedangkan penjual membutuhkan barang tersebut pada waktu yang ditentukan
dan dengan harga yang lebih murah. Diperbolehkannya dengan adanya pe rbedaan
harga dari adanya jarak waktu.
Rasulullah melarang jual beli hutang dengan hutang (haditsnya dhaif) dan
ada ijma ulama juga tidak boleh jual beli hutang dengan hutang. Jual beli
hutang dengan hutang yaitu tidak tunai dengan tidak tunai, barang dan uang
tidak tunai yaitu diserahkan 2-3 bulan lagi. Sedangkan pada bursa komoditi
tidak ada yang tunai, sehingga menjadi perjudian. Dalil harus tunai dalam
hadits “fal yuslif” yang menjadi landasan dalil dibolehkannya akad salam.
Akad salam parallel diperbolehkan jika akad yang pertama dengan akad yang
kedua tidak saling tergantung. Bank membuat akad salam dengan petani, kemudian
bank membuat akad salam baru dengan pemborong. Sehingga tidak termasuk riba dan
tidak termasuk gharar. Hikmahnya dibolehkan karena resiko, resikonya sudah
ditanggung oleh bank dan tidak ditanggung oleh petani. Resiko bank harus dapat memberikan
barang pada waktunya kepada pemborong. Salam dengan menunjuk pohonnya tidak
boleh karena ghararnya besar, karena pada salam harus dijelaskan spesifikasi
barangnya contoh mangga kualitas A.
Dalil diperbolehkannya akad salam adalah kata “syai’” / sesuatu sehingga
apa saja bisa dijadikan objek salam baik berupa barang dan jasa, seperti tiket
pesawat, buah.
ISTISHNA’
Merupakan bagian dari akad salam tetapi ada perbedaannya yaitu tidak
dibayarkan penuh di muka. Akad istishna’ tidak diperbolehkan oleh jumhur ulama
klasik karena menjadi hutang dengan hutang. Sedangkan OKI membolehkan akad
istishna’ dalam KPR karena transaksi ini merupakan gabungan jual beli dengan
ijarah, yaitu yang ada proses pembuatannya. Hutang dengan hutang diperbolehkan
untuk akad ijarah (jasa). Dalam kasus
KPR indent yang dikuatkan adalah akad ijarahnya dan digabung dengan jual beli
istishna’.
Dalam kasus istishna’ antara pembeli langsung dengan developer, dan
adanya denda jika terjadi keterlambatan penyerahan barang ataupun keterlambatan
pembayaran cicilan… bersambung
No comments:
Post a Comment