Mubaadalatun maali bil maali tamliikan wa tamallukan.
Pada dasarnya jual beli dilakukan secara tunai dengan tunai, uang dan
barang didepan, tetapi bisa dilakukan dengan bentuk lain: kombinasi antara
barang, jasa, uang, tunai, didepan, dan dibelakang.
Jual beli kredit yaitu jual beli tidak tunai, barang saat akad, uang
belakangan, yang dibolehkan dengan “wa ahallallahul baia wa harramarriba”. Tetapi
harga jual beli kredit biasanya lebih mahal dari yang tunai.
Perkataan “innamal bai’u mitslurriba”, riba dikatakan sama dengan jual
beli yaitu yang dimaksud adalah jual beli yang tidak tunai.
Berikutnya dikatakan bahwa jual beli tidak sama dengan riba karena riba
haram dan jual beli halal, riba akadnya hanya uang saja plus waktu tanpa adanya
pekerjaan yang dilakukan, sedangkan yang menghasilkan uang adalah yang diikat
dengan barang dan jasa. Hikmah lainnya dengan jual beli banyak uang yang
berputar di ekonomi. Sedangkan riba menjadikan uang beredar hanya di kalangan
tertentu saja, dan pemilik uang tidak akan pernah rugi.
Nabi melarang dua jual beli dalam satu jual beli.
Contoh jika tunai harga x dan jika kredit harga y, sampai situ
diperbolehkan, yang tidak diperbolehkan jika akad sudah selesai tetapi belum
jelas harga mana yang dijadikan pilihan. Penawaran boleh dua harga tetapi
kesepakatan harus memilih satu harga. Harga boleh lebih mahal berdasarkan ijma
ulama kontemporer selama saat kesepakatan sudah disepakati harga yang dipilih.
Keuntungan jual beli boleh berapa saja dari modal, sedangkan jika
mengambil untung lebih dari harga pasar ada batasannya: Malikiyah 30%
berdasarkan dalil umum sepertiga dan sepertiga itu juga banyak, Hanafiyah
dikembalikan pada ‘urf / kebiasaan berapa yang termasuk menipu. Menurut kaidah
tidak boleh lebih dari 5% untuk barang kebutuhan sehari2, untuk hewan 10%,
untuk property 20%.
Calo tiket disamakan dengan pedagang yang membeli barang tidak dengan
tujuan untuk digunakan sendiri. Harga barang tidak terlalu dikontrol dan tidak
terlalu dilepas, karena jika peak season dan pedagang mendapatkan banyak untung
disitulah letak keuntungan pedagang.
Ba’i ‘Inah yaitu penjualan dua
arah dengan dua harga dan salah satu dibayar tunai yang lain dibayar kredit
dianggap sebagai kedok riba.
Margin jual beli setahun dengan merujuk pada tingkat suku bunga tahunan
dibolehkan.
Jual beli kredit boleh selama tidak ada tambahan pembayaran lain yang
menjadi riba.
Penalti atau fee untuk ganti rugi keterlambatan pembayaran cicilan oleh
nasabah bank, berdasarkan fatwa OKI dan AAOIFI tidak membolehkannya karena
termasuk riba. Hadits “orang yang tidak membayar hutang tetapi mampu maka telah
melakukan kezoliman, boleh diberi sanksi” sanksinya berupa dipenjara bukan dengan
uang karena termasuk riba.
Dana sosial: tidak digunakan oleh bank tetapi bank mendapatkan nama baik
dari situ. Sudah dilakukan oleh bank tetapi masih dipertanyakan karena
prakteknya bisa diambil lagi untuk menutup kerugian bank tersebut.
Barang belum dimiliki oleh penjual, ada permintaan dari pembeli untuk
membeli barang tertentu.
1. Penjual membelikan atasnama pemesan, menurut ijma ulama termasuk riba.
2. Penjual membeli atasnama penjual, tetapi sebelum membeli diikat dengan
akad bahwa pemesan harus membeli, dan pemesan kemudian membeli dengan harga
yang lebih mahal dan pembayaran dicicil. Janji yang diingkari dalam muamalat,
berbeda dengan janji dalam kebaikan, janji dalam muamalat boleh dicabut karena statusnya
sama dengan tawar menawar kecuali jika janji hibah dan orang yang dijanjikan
sudah melakukan konsekuensi dari hibah tersebut kemudian dibatalkan maka berdosa.
Hibah sebelum diterima boleh diambil lagi sedangkan jika sudah diterima tidak
boleh diambil lagi.
Fatwa ulama untuk murabahah tidak boleh mengikat dengan janji di awal
karena sama dengan menjual barang yang belum dimiliki. Hlm 385.
Jika sudah dibayar dp atau sudah diakadkan oleh pemesan rumah kepada
penjual rumah, tidak bisa dilakukan akad murabahah dengan bank, tetapi bisa
dilakukan akad musyarakah dengan bank syariah, kemudian pemesan rumah menempati
rumah dengan membayar sewa kepada bank.
Jika bank membeli kepada developer tidak bisa karena bank membeli hak
orang lain (nasabah), dan jika bank membeli kepada nasabah maka menjadi ba’i ‘inah.
Murabahah dengan wakalah tidak dibolehkan oleh AAOIFI karena resiko
dipindahkan kepada wakil dan tetap tidak boleh mengikat pembelian di awal
karena sama dengan menjual barang yang belum dimiliki.
Dosen: Dr. Erwandi Tarmizi
1 comment:
bu ,,, minita di share lagi donk untuk ekonometrikanya di pembahasan pembahasan lainya, sekalian cara kerjanya yang pake minnitab ... ya ya ya ... thank's a lot ..
Post a Comment