Saturday, October 26, 2013

PASCA: Fiqh Muamalah (6) Jual Beli / Ba'i



Mubaadalatun maali bil maali tamliikan wa tamallukan.
Pada dasarnya jual beli dilakukan secara tunai dengan tunai, uang dan barang didepan, tetapi bisa dilakukan dengan bentuk lain: kombinasi antara barang, jasa, uang, tunai, didepan, dan dibelakang.
Jual beli kredit yaitu jual beli tidak tunai, barang saat akad, uang belakangan, yang dibolehkan dengan “wa ahallallahul baia wa harramarriba”. Tetapi harga jual beli kredit biasanya lebih mahal dari yang tunai.
Perkataan “innamal bai’u mitslurriba”, riba dikatakan sama dengan jual beli yaitu yang dimaksud adalah jual beli yang tidak tunai.
Berikutnya dikatakan bahwa jual beli tidak sama dengan riba karena riba haram dan jual beli halal, riba akadnya hanya uang saja plus waktu tanpa adanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan yang menghasilkan uang adalah yang diikat dengan barang dan jasa. Hikmah lainnya dengan jual beli banyak uang yang berputar di ekonomi. Sedangkan riba menjadikan uang beredar hanya di kalangan tertentu saja, dan pemilik uang tidak akan pernah rugi.
Nabi melarang dua jual beli dalam satu jual beli.
Contoh jika tunai harga x dan jika kredit harga y, sampai situ diperbolehkan, yang tidak diperbolehkan jika akad sudah selesai tetapi belum jelas harga mana yang dijadikan pilihan. Penawaran boleh dua harga tetapi kesepakatan harus memilih satu harga. Harga boleh lebih mahal berdasarkan ijma ulama kontemporer selama saat kesepakatan sudah disepakati harga yang dipilih.
Keuntungan jual beli boleh berapa saja dari modal, sedangkan jika mengambil untung lebih dari harga pasar ada batasannya: Malikiyah 30% berdasarkan dalil umum sepertiga dan sepertiga itu juga banyak, Hanafiyah dikembalikan pada ‘urf / kebiasaan berapa yang termasuk menipu. Menurut kaidah tidak boleh lebih dari 5% untuk barang kebutuhan sehari2, untuk hewan 10%, untuk property 20%.
Calo tiket disamakan dengan pedagang yang membeli barang tidak dengan tujuan untuk digunakan sendiri. Harga barang tidak terlalu dikontrol dan tidak terlalu dilepas, karena jika peak season dan pedagang mendapatkan banyak untung disitulah letak keuntungan pedagang.
Ba’i  ‘Inah yaitu penjualan dua arah dengan dua harga dan salah satu dibayar tunai yang lain dibayar kredit dianggap sebagai kedok riba.
Margin jual beli setahun dengan merujuk pada tingkat suku bunga tahunan dibolehkan.
Jual beli kredit boleh selama tidak ada tambahan pembayaran lain yang menjadi riba.
Penalti atau fee untuk ganti rugi keterlambatan pembayaran cicilan oleh nasabah bank, berdasarkan fatwa OKI dan AAOIFI tidak membolehkannya karena termasuk riba. Hadits “orang yang tidak membayar hutang tetapi mampu maka telah melakukan kezoliman, boleh diberi sanksi” sanksinya berupa dipenjara bukan dengan uang karena termasuk riba.
Dana sosial: tidak digunakan oleh bank tetapi bank mendapatkan nama baik dari situ. Sudah dilakukan oleh bank tetapi masih dipertanyakan karena prakteknya bisa diambil lagi untuk menutup kerugian bank tersebut.



Barang belum dimiliki oleh penjual, ada permintaan dari pembeli untuk membeli barang tertentu.
1. Penjual membelikan atasnama pemesan, menurut ijma ulama termasuk riba.
2. Penjual membeli atasnama penjual, tetapi sebelum membeli diikat dengan akad bahwa pemesan harus membeli, dan pemesan kemudian membeli dengan harga yang lebih mahal dan pembayaran dicicil. Janji yang diingkari dalam muamalat, berbeda dengan janji dalam kebaikan, janji dalam muamalat boleh dicabut karena statusnya sama dengan tawar menawar kecuali jika janji hibah dan orang yang dijanjikan sudah melakukan konsekuensi dari hibah tersebut kemudian dibatalkan maka berdosa. Hibah sebelum diterima boleh diambil lagi sedangkan jika sudah diterima tidak boleh diambil lagi.
Fatwa ulama untuk murabahah tidak boleh mengikat dengan janji di awal karena sama dengan menjual barang yang belum dimiliki. Hlm 385.
Jika sudah dibayar dp atau sudah diakadkan oleh pemesan rumah kepada penjual rumah, tidak bisa dilakukan akad murabahah dengan bank, tetapi bisa dilakukan akad musyarakah dengan bank syariah, kemudian pemesan rumah menempati rumah dengan membayar sewa kepada bank.
Jika bank membeli kepada developer tidak bisa karena bank membeli hak orang lain (nasabah), dan jika bank membeli kepada nasabah maka menjadi ba’i ‘inah.
Murabahah dengan wakalah tidak dibolehkan oleh AAOIFI karena resiko dipindahkan kepada wakil dan tetap tidak boleh mengikat pembelian di awal karena sama dengan menjual barang yang belum dimiliki.

Dosen: Dr. Erwandi Tarmizi

1 comment:

Unknown said...

bu ,,, minita di share lagi donk untuk ekonometrikanya di pembahasan pembahasan lainya, sekalian cara kerjanya yang pake minnitab ... ya ya ya ... thank's a lot ..