Saturday, April 5, 2014

PASCA: Ushul Fiqh (6) Lanjutan Amr dan Nahy



Lafaz memiliki beberapa tunjukan (dalalah) yaitu: amr dan nahy.
Sunnah yang berbentuk perkataan Rasulullah terdiri dari khabari dan insya’i. Khabari yaitu berita, insya’i yang tidak mengandung berita.
Contoh kalimat berita yang menunjukkan wajib: “kutiba alaikumushiyam kama kutiba alalladzina min qablikum laallakum tattakum”.
Contoh yang bukan kalimat berita / insya’i: wa ahallallahulbai’a wa harramarriba, diharamkan, jelas hukumnya.
Cara mengetahui kalimat amr:
1. Ada fiil amr, contoh: aqimusshalah wa atuzzakah.
2. Diawali dengan lam, contoh liyunfiq.
3. Bentuknya mashdar, sumber kata kerja yang akan menjadi kata benda. Contoh: fadharbarriqob.
4. Isim fiil amar.

NAHY
Lawan kata perintah, adalah kata larangan (nahy). Nahy adalah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan, dari yang lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih rendah derajatnya. Jika dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi bukan larangan, tetapi bentuk katanya memohon.
Bentuk2 yang menandakan larangan:
1. Huruf laa yang menunjukkan larangan, ada lam, fiil mudhari dimulai dengan ta, nunnya hilang atau kata sukun, contoh: laa ta’kulu arriba, laa tabi’
2. Yang tidak menggunakan kata laa, tetapi dari kandungan makna keseluruhan mengartikan larangan. Ada yang berbentuk ancaman. Contoh ancaman dengan siksa: Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, yang menulisnya, dan yang menyaksikannya. Melaknat adalah menjauhkan dari rahmat Allah. Tidak mengandung kata laa tetapi bermakna melarang. Sifat2 lain yang disebutkan yaitu munafiq, kufur, yaitu yang pelakunya disifatkan dengan kata2 tersebut maka berarti perbuatannya dilarang.

Setelah mengetahui kalimat perintah dan larangan, maka pengambilan hukumnya perintah dapat dikatakan hukumnya wajib karena ada kaidah umum yang mengatakan perintah adalah wajib, yang menyatakan kaidah itu adalah “orang2 yang menentang perintah Allah, waspadai datangnya musibah” merupakan dalil yang mewajibkan. Tentang sunnah yaitu “jika tidak memberatkan maka akan disuruh bersiwak” (hadits).
Pada dasarnya seluruh kalimat perintah hukumnya wajib, tetapi ada yang dikecualikan yaitu: (1) perintah yang didahului oleh larangan, maksudnya membatalkan larangan dan kembali ke hukum asalnya yaitu mubah. Yang dikecualikan lainnya yang hukumnya tidak wajib adalah (2) ketika ada qarinah / dalil lain yang menunjukkan hukumnya tidak wajib. Contoh: istasyhidu syahidaini min rijalikum berarti jika berakad untuk transaksi yang tidak tunai pada dasarnya wajib mencari saksi, tetapi menjadi tidak wajib karena ada dalil yang lain dari kasus bahwa Rasulullah pernah melakukan akad tidak tunai dengan yahudi dan tidak ada saksi, kemudian ketika terjadi perselisihan Ibnu Khuzaimah bersaksi tentang kebenaran Rasulullah, sehingga dibolehkan tanpa saksi.
(3) Setiap perintah yang diikuti tanda2 harus dilakukan segera maka harus segera, kecuali jika tidak ada tanda2 harus segera dilakukan.
(4) Perintah mutlak yang dilakukan berulang2 contoh “dirikanlah shalat” yaitu dari hadits agar mengerjakan shalat saat matahari tenggelam (magrib), dst. Jika dikaitkan dengan kondisi berulang2 maka dilakukan berulang2. Sedangkan tentang perintah haji tidak diperintahkan berulang2 tetapi hanya sekali saja yaitu dari hadits “Jika diwajibkan setiap tahun tidak dapat dilakukan”.
Pada dasarnya perintah menunjukkan dilakukan sekali kecuali ada yang menandakan dilakukan berulang2.

Contoh jika menjual barang yang bukan miliknya seperti dropship, ada larangan dan larangan maksudnya adalah haram. “Jangan menjual barang yang bukan milikmu” jual belinya tidak sah dan seharusnya akadnya diulang. Jika akan melakukan seperti itu maka minta perjanjian akad wakalah dari penjual pertama.
Hukum taklifi / konsekuensi dari larangan jika dilakukan adalah tidak sah.

Hukum untuk larangan:
(1) Jika hukum perintah dasarnya tidak diulang2, tetapi untuk larangan menunjukkan berulang2 yaitu menunjukkan selamanya. Contoh laa taqrobu zina yaitu larangan tidak melakukan zina selama2nya.
(2) Perintah kemudian larangan menunjukkan haram, yang haram lebih kuat dari yang wajib dan lebih kuat dari perintah.
(3)

Maalaayatimmulwaajib illa bihi fahuwa wajib: wudhu wajib, tetapi jika tidak ada air maka wajib membeli air sehingga membeli airnya menjadi wajib.
Sesuatu tidak menjadi kewajiban jika dengannya. Contoh: yang mengantarkan zakat adalah nishab, tetapi tidak wajib mencari harta agar mencapai nishab.

Dosen: Dr. Erwandi Tarmizi, MA

No comments: