Saturday, March 6, 2010

'Ariyah / Pinjaman

Daftar Isi

Daftar Isi
A. Pengertian
B. Dasar Hukum ’Ariyah
C. Utang Piutang
1. Pengertian Qardh
2. Syarat Utang Piutang
3. Beberapa hukum berkaitan dengan hutang piutang
D. Gadai
E. Contoh Kasus ttg Pinjaman : Haramkah Dapat Pinjaman dari Perusahaan?
Daftar Pustaka

Pinjaman / Ariyah

A. Pengertian

’Ariyah menurut bahasa ialah pinjaman. Sedangkan menurut istilah :
1. Menurut Hanafiyah : memiliki manfaat secara cuma-cuma.
2. Menurut Malikiyah : memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan.
3. Menurut Syafi’iyah : kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Jadi, yang dimaksud dengan ’ariyah adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma (gratis). Bila digantikan dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ’ariyah.

B. Dasar Hukum ’Ariyah

’Ariyah dapat diartikan sebagai tolong menolong, sedangkan landasan hukum untuk tolong menolong, berhutang dan menunaikan amanah dapat ditemukan dalam :

1. Alquran :

” …Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa…”
Al-Maidah : 2

” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah* tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” Al-Baqarah : 282.
*Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

”Barangsiapa menghutangkan (karena Allah) dengan hutang yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan ia akan memperoleh pahala yang banyak” Al-Hadid : 11.

2. Hadits :
”Tidak ada seorang muslim yang menghutangi muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti shodaqoh” (HR Ibnu Majah)
”Sampaikanlah amanat orang yang memberikan amanat kepadamu dan janganlah kamu khianat sekalipun dia khianat kepadamu.” (HR Abu Dawud)

C. Utang Piutang

Yang termasuk ’ariyah adalah utang piutang, yaitu yang disebut dengana al-dain dan al-qordh. Utang piutang mencakup transaksi jual beli dan sewa menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan) yang dinamakan mudayanah atau tadayun.
Praktek tadayun yang diperbolehkan dan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat antara lain :
1. Seseorang bermaksud membeli sesuatu tetapi tidak mempunyai uang yang cukup untuk membayar harga secara tunai, lalu ia membayarnya dengan mengangsur harga yang biasanya lebih mahal daripada harga tunai.
2. Seseorang memerlukan sejumlah uang lalu ia meminjam atau berhutang kepada orang lain selama batas waktu tertentu.
3. Seseorang memerlukan sejumlah uang dan tidak menemukan orang yang dapat menghutanginya. Lalu ia membeli suatu barang secara tidak tunai, kemudian menjualnya kembali kepada pihak lain secara tunai. Kecuali jika ia menjualnya lagi kepada penjual pertama dengan tunai dengan harga lebih murah maka yang seperti itu tidak diperbolehkan karena sama saja dengan tipu daya untuk melakukan riba.
4. Seseorang sebagai pihak pertama bermaksud berhutang sejumlah uang untuk membeli suatu barang tertentu. Pihak kedua tidak bersedia menghutanginya dalam bentuk uang namun dalam bentuk barang. Lalu pihak kedua membelikan barang tersebut dan menghutangkannya kepada pihak pertama dengan kewajiban membayar harga pokok ditambah sejumlah keuntungan tertentu yang disepakati dinamakan bai’ al murabahah yaitu salah satu produk pinjam meminjam perbankan syariah.

1. Pengertian Qardh
Secara bahasa Al-qardh berarti al-qoth yaitu terputus. Harta yang dihutangkan dinamakan qardh karena ia terputus dari pemiliknya.
Secara istilah Al-qardh adalah suatu aqad yang bertujuan untuk menyerahkan harta misliyat kepada pihak lain untuk dikembalikan yang sejenis dengannya. Utang piutang merupakan bentuk muamalah yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Syarat Utang Piutang
a. Utang piutang harus dilaksanakan melalui ijab dan qabul yang jelas.
b. Harta benda yang dapat menjadi objek utang piutang : menurut Hanafiyah akad utang piutang hanya berlaku pada harta benda al-misliyat, yakni harta benda yang banyak padanannya, yang lazimnya dihitung melalui timbangan, takaran, dan satuan. Sedangkan harta benda al-qimiyyat tidak sah dijadikan objek utang piutang, seperti hasil seni, rumah, tanah, hewan, dll. Menurut Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah, setiap harta benda yang boleh dilakukan atasnya akad salam boleh diberlakukan atasnya utang piutang, baik berupa harta benda al-misliyat maupun al-qimiyyat.
c. Akad utang piutang tidak boleh dikaitkan dengan suatu persyaratan yang menguntungkan pihak muqridh (yang menghutangi) seperti persyaratan memberikan keuntungan apapun bentuknya ataupun tambahan yang hukumnya haram.

3. Beberapa hukum berkaitan dengan hutang piutang.
a. Akad utang piutang menetapkan peralihan pemilikan. Barang tersebut terlepas dari pemilikan muqridh dan muqtarid menjadi pemilik atas barang tersebut sehingga ia bebas bertasharruf atasnya.
b. Penyelesaian hutang piutang dilaksanakan ditempat aqad berlangsung dapat juga dilaksanakan di tempat lain sepanjang disepakati demikian.
c. Muqtarid wajib melunasi hutang dengan barang yang sejenis atau yang sepadan / senilai.
d. Jika dalam aqad ditetapkan waktu atau tempo pelunasan hutang maka pihak muqridh tidak berhak menuntut pelunasan sebelum jatuh tempo. Apabila tidak ada kesepakatan waktu atau tempo pengembaliannya, pelunasan hutang berlaku sesuai adat yang berkembang.
e. Ketika waktu pelunasan hutang tiba, sedang pihak muqtaridh belum mampu melunasi hutang, sangat dianjurkan oleh ajaran Islam agar pihak muqridh berkenan memberi kesempatan dengan memperpanjang waktu pelunasan, tetapi ia berhak menuntut pelunasannya. Pada sisi lain Islam juga menganjurkan agar pihak muqtaridh menyegerakan pelunasan hutang.

D. Gadai

Al rahn / gadai adalah aqad utang piutang yang disertai dengan jaminan (agunan). Sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan disebut marhun, pihak yang menyerahkan jaminan disebut rahin, sedangkan pihak yang menerima jaminan disebut murtahin.
Hadits Rasulullah SAW atas gadai :
- ”Rasulullah SAW membeli suatu makanan dari seorang Yahudi secara tidak tunai dan beliau menjaminkan baju besinya. ” (HR Bukhari)
- ”Harta benda yang digadaikan tidak tertutup dari orang yang menggadaikannya. Baginya setiap keuntungan dan atas dirinya setiap resiko.” (HR Imam Syafii dan Daruquthni)

Setiap harta benda (al-mal) yang sah diperjualbelikan sah pula dijadikan sebagai jaminan utang. Menurut Malikiyah al-rahn (jaminan utang) tidak harus disertai penyerahan barang jaminan. Menurut jumhur ulama, aqad al-rahn harus disertai penyerahan barang jaminan. Karena itu menurut mereka piutang dan harta bersama tidak sah dijadikan jaminan, kecuali ada persetujuan dari sekutunya. Fuqaha Syafiiyah dan Hanabilah mempertegas persyaratan al-marhun harus berupa a’in (benda), tidak sah menjaminkan manfaatnya suatu benda. Segala resiko atau biaya pemeliharaan menjadi tanggungjawab pemilik barang, karena setiap manfaat atau keuntungan yang ditimbulkannya menjadi hak pemiliknya.
Fuqaha selain Hanabilah berpendapat bahwasanya murtahin haram mengambil keuntungan atau manfaat barang jaminan dan termasuk riba. Apabila pemanfaatan barang oleh pemegang gadai adalah atas ijin atau persetujuan pemiliknya, maka yang demikian ini menurut Hanafiyah diperbolehkan. Sedangkan menurut Syafiiyah dan Malikiyah tetap haram karena berkaitan dengan riba. Menurut Hanabilah apabila barang jaminan tersebut berupa binatang dan barang-barang lain yang memerlukan perawatan khusus, maka pemegang gadai boleh mengambil manfaat darinya sebatas biaya (ongkos perawatan) yang dikeluarkannya.
Menurut fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah rahin tidak dapat memanfaatkan barang gadai secara sewenang-wenang kecuali atas ijin dari pemegang gadai. Dan setiap resiko yang ditimbulkan dari pemanfaatan barang tersebut menjadi tanggungjawab pihak yang mengambil manfaat. Menurut fuqaha Syafiiyah, pemanfaatan barang gadai oleh pemiliknya tidak memerlukan ijin dari pihak pemegang gadai, karena pemilikan tetap bersifat sempurna (milk al-tam), sepanjang tidak merugikan pihak pemegang gadai. Malikiyah berpendapat bahwa pemilikan atas barang gadai tidak lagi bersifat sempurna, karena itu rahin tidak berhak memanfaatkan barang gadai sekalipun ada ijin dari pihak murtahin.
Menjaminkan barang-barang yang tidak mengandung resiko biaya perawatan dan yang tidak menimbulkan manfaat sebagaimana yang berkembang sekarang ini agaknya lebih baik untuk menghindarkan perselisihan antara kedua belah pihak sehubungan dengan resiko dan manfaat barang gadai. Dan masing-masing pihak dituntut bersikap amanah.

E. Contoh Kasus Tentang Pinjaman :
Haramkah Dapat Pinjaman dari Perusahaan?


Assalamualaikum wr wb.
Saya mendapat pinjaman dari perusahaan untuk perumahan, memang ada hitungan bunganya tapi kalo dibandingkan dengan bank konvesional maupun dengan bank syariah cicilan per bulannya jauh sangat rendah sehingga sangat membantu saya untuk memiliki sebuah rumah. Bagaimana sebaiknya Pak Ustad?
Terima kasih
Wassalam

Jawaban
Islam adalah agama solusi, bukan agama penghambat. Tidak ada masalah di dalam kehidupan ini yang tidak bisa diselesaikan dengan cantik dalam syariah Islam.
Kebutuhan anda untuk dapat pinjaman tentu sangat dipahami oleh syariah Islam. Dan justru Islam selalu memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan ekonomi manusia.
Kalau pun Islam mengharamkan bunga, bukan berarti Islam ingin membuat hidup manusia semakin sulit, juga bukan ingin ekonomi kita semakin sempit. Sebaliknya, ketika mengharakan riba, Islam menginginkan keadilan, kemudahan, kepercayaan dan juga persaudaraan.
Namun karena sistem ekonomi kita sejak awal sudah terkontaminasi dengan praktek ribawi, maka ada semacam kesan di dalam alam bawah sadar bahwa riba itu seolah sulit dihapus, mustahil dihindari dan juga tidak mungkin dielakkan. Sayangnya, tidak sedikit dari umat Islam yang secara tidak sadar terbawa arus pemikiran ini.
Padahal, setiap orang tahu bahwa riba adalah sesuatu yang merugikan, bahkan termasuk biang keladi dari kehancuran ekonomi bangsa.

Akad Mempengaruhi Hukum
Suatu hal yang sering luput dari perhatian kita adalah masalah akad muamalat Sering kali kita terjebak dengan tujuan, tapi lupa dengan halal haram pada akadnya. Meski tujuannya baik, tetapi kalau akadnya akad yang telah ditetapkan keharamannya, maka seharusnya kita cari bentuk akad-akad lainnya.
Toh, yang penting tujuannya tercapai. yaitu memiliki rumah. Maka mengapa tidak diupayakan akadnya saja yang disesuaikan. Dan di dalam syariah Islam ada banyak pilihan akad yang halal tapi tetap memberi sousi.
Misalnya akad murabahah, mudharabah, bai' bits-tsaman ajil, bahkan sampai kepada rahn (gadai). Semuanya bisa dimainkan dan jadi solusi, demi terhindar dari akad ribawi.
Untuk mendapatkan rumah, anda bisa menggunakan akad kredit yang sesuai syariah. Di mana harga rumah itu dibayarkan oleh pihak ketiga. Lalu anda membeli dari pihak ketiga secara mengangsur dengan nilai harga yang telah dimark-up. Cara ini halal 100% selama harga mark-up itu sudah disepakati kedua belah pihak dan tidak diubah lagi.
Cara lainnya adalah dengan menggunakan sistem pinjaman dengan jaminan (rahn). Di mana anda meminjam uang tanpa bunga namun anda harus mengagunkan harta lain dan dititipkan kepada pihak yang memberi pinjaman. Pihak yang memberi pinjaman uang kepada anda tidak boleh memungut bunga dari anda, tetapi boleh memungut biaya penitipan harta anda. Dari situlah dia mendapat keuntungan.
Sistem ini 100% halal dan dibenarkan dalam syariat Islam, dikenal dengan transaksi gadai (rahn). Dan masih banyak lagi model yang belum kami sebutkan, namun hukumnya halal dan bisa jadi solusi cerdas.
Seandainya setiap muslim mau sedikit belajar tentang ilmu syariah, khususnya fiqih muamalah, mungkin kita akan terhindar dari transaksi haram. Semoga Allah SWT memberikan kemudahan kepada kita untuk menjalankan roba kehidupan ini dengan cara-cara yang dibenarkan-Nya.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Daftar Pustaka

Fiqh Muamalah Kontekstual
Suhendi, Hendi, Dr. H. M.Si., Fiqh Muamalah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2005.
http://www.eramuslim.com/ustadz/eki/7413093319-haramkah-dapat-pinjaman-perusahaan.htm

Disampaikan pada matakuliah Fiqh Muamalah STEI Tiara Jakarta, dibawakan oleh Dr. Hj. Helda Rahmi Sina, Lc. M.A. pada Semester Ganjil 2007/2008

1 comment:

Theresa loan said...

PINJAMAN THERESA

Kami saat ini menyediakan pinjaman untuk taruhan Asia Tengah, Amerika, dunia liar

negara, dll. @ 2% Suku Bunga tanpa PENGENDALIAN KREDIT dari USD5000, hingga miliaran dolar selama 12-144 Bulan.

Remunerasi Pinjaman kami dimulai dalam 3 bulan setelah penerima menerima pinjaman pada hari persetujuan dan kami menawarkan variasi

pinjaman, termasuk:
* Konsolidasi hutang
* Pinjaman Bisnis
* Pinjaman pribadi
* Kredit Pemilikan Rumah
* Kredit Pembiayaan Mobil

✔. Daftar hitam bisa berlaku

✔. TANPA CHECK KREDIT

✔. Tinjauan hutang atau perintah pengadilan mungkin berlaku

✔.ETC dapat diterapkan.
Pinjaman Tunai Theresa Perusahaan ini adalah a

film pinjaman terdaftar dan resmi dan kami menawarkan pinjaman kepada semua warga yang masuk daftar hitam, TANPA PERIKSA KREDIT.

Ajukan sekarang dengan nomor ponsel Anda, nomor ID, nama lengkap, jumlah pinjaman dan periode pinjaman ke Email

: Theresaloancompany@gmail.com nomor kantor ++ 12817208403

Untuk kejelasan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami atau WhatsApp (+12817208403).

Salam Hormat,

Ada

Pengiklan Pinjaman (Pr),

Pinjaman theresa 📩