Saturday, March 6, 2010

Hak Milik

Pendahuluan

Sesungguhnya Islam merupakan agama fitrah, maka tidak ada satu pun prinsip yang bertentangan dengan fitrah atau merusak fitrah itu sendiri. Prinsip-prinsip itu sesuai dengan fitrah, bahkan terkadang meluruskannya dan meningkat bersamanya.
Di antara fitrah yang telah Allah ciptakan untuk manusia adalah mencintai hak milik (kepemilikan) sebagimana yang kita lihat. Sampai-sampai naluri kepemilikan ini ada pada anak-anak, tanpa ada yang mengajari dan menuntun. Allah SWT membekali manusia dengan insting seperti itu agar menjadi pendorong yang kuat sehingga dapat memotivasi mereka untuk bergerak dengan baik. Yaitu ketika ia mengetahui bahwa ada hasil dari setiap kerja dan kesungguhannya. Dengan begitu makmurlah kehidupan ini, pembangunan berkembang, dan produktifitas masyarakat bertambah meningkat dan semakin baik.
Pemilikan merupakan salah satu dari karakter kebebasan (kemerdekaan). Seorang hamba sahaya tidak memiliki sesuatu, orang merdeka itulah yang memiliki. Pemilikan juga merupakan salah satu karakter manusia, karena hewan tidak memiliki, manusialah yang merasa memiliki.
Islam mengakui adanya hak milik individu karena Islam adalah agama yang menghargai fithrah, kemerdekaan dan kemanusiaan.

Daftar Isi

Pendahuluan
Daftar Isi
Hak Milik
1. Asal-usul Hak
2. Pengertian Hak Milik
3. Pembagian Hak
4. Sebab-sebab Pemilikan
5. Klasifikasi Milik
6. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Hak Milik
7. Contoh Kasus tentang Hak Milik
Daftar Pustaka

Hak Milik

1. Asal-usul Hak

Hakikat dan sifat syariat Islam yang menggambarkan hak milik ;
- Syariat Islam bersifat bebas. Dengan ini umat Islam dapat membentuk dirinya sebagai suatu kepribadian yang bebas dari pengaruh umat lain.
- Dalam menghadapi kesulitan, syariat Islam selalu bersandar pada kepentingan umum sebagai salah satu sumber pembentukan hukum Islam.
- Ekonomi Islam berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Yaitu sesuatu yang menjadi kepentingan umum dijadikan milik bersama seperti rumput, api, dan air, sedangkan sesuatu yang tidak menjadi kepentingan umum dijadikan milik pribadi.

2. Pengertian Hak Milik

Hak yaitu ”kekuasaan mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseorang kepada yang lainnya”.
Sedangkan milik ”kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i.
Hak terbagi menjadi dua :
a) Sulthah : sulthah ’ala an nafsi yaitu hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak hadhanah / pemeliharaan anak ; dan sulthah ’ala syai’in mu’ayanin yaitu hak manusia untuk memiliki sesuatu seperti hak memiliki mobil.
b) Taklif yaitu orang yang bertanggung jawab : ’ahdah syakhsiyah seperti seorang buruh yang menjalankan tugasnya ; dan ’ahdah maliyah seperti membayar utang.

3. Pembagian Hak

1) Hak Mal yaitu ”sesuatu yang berkaitan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang”.
2) Hak Ghair Mal ;
• Hak syakhshi : suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain.
• Hak ’aini : hak orang dewasa terhadap bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak ’aini terbagi dua : ashli yaitu adanya wujud benda tertentu (milkiyah dan irtifaq) ; thab’i yaitu jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berutang.
Pembagian hak ’aini :
Jenis Haq Pengertian Keterangan
1.
Al milkiyah Hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh melakukan apa saja pada wilayahnya dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
2.
Al intifa’ Hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya. Contoh : rumah yang diwakafkan untuk didiami, maka hanya boleh didiami oleh yang diwakafkan dan tidak boleh mengambil keuntungan dari rumah itu.
3.
Al irtifaq Hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Contoh : air dari selokan dialirkan ke sawah A, dan sawah B juga membutuhkan air sehingga air dari sawah A dialirkan ke sawah B dan air tersebut bukan milik A.
4.
Al istihan Hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn berkaitan dengan harga barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda karena rahn hanyalah jaminan.
5.
Al ihtibas Hak menahan sesuatu benda. Contoh : hak menahan benda oleh orang yang menemukan barang.
6.
Qarar Hak menetap atas tanah wakaf. • Haq al hakr : hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa dengan seizin hakim.
• Haq al ijaratain : diperoleh karena ada aqad ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas taah wakaf yang tidak sangup dikembalikan ke keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
• Haq al qadar : hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa.
• Haq al marshad : hak mengawasi atau mengontrol.
7.
Al murur Hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain. -
8.
Ta’alli Hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain. -
9.
Al jiwar Hak hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat tinggal. Yaitu hak hak untuk mencegah pemiliknya menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
10.
Syafah/ Syurb Kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya. Air dibagi tiga :
• Air umum yang tidak dimiliki seseorang, seperti air sungai, telaga, dll yang boleh digunakan siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.
• Air di tempat-tempat yang ada pemiliknya seperti sumur yang dibuat untuk mengairi kebun, orang lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas seizin pemilik kebun.
• Air yang terpelihara, dikuasai oleh pemiliknya dan disimpan di suatu tempat yang disediakan seperti kolam, kendi, dst.

4. Sebab-sebab Pemilikan

Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki :
a. ikhraj al mubahat untuk harta yang belum dimiliki oleh seseorang (mubah) atau harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang sah) dan tidak ada penghalang syara’ untuk dimiliki. Syarat memiliki benda-benda mubahat :
o Benda mubahat belum diikhrazkan oleh orang lain.
o Adanya niat atau maksud memiliki.
b. Khalafiyah : bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat di tempat yang lama yang telah hilang berbagai macam haknya. Ada 2 macam :
o Khalafiyah syakhsy ’an syakhsy : si waris menempati tempat orang yang mewarisi dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh orang yang mewarisi yang disebut tirkah.
o Khalafiyah syai’an syai’in : apabila seseorang merugikan milik orang lain atau menyerobot barang orang lain kemudian rusak di tangannya atau hilang, maka wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian pemilik harta. Disebut tadlmin / ta’widl (menjamin kerugian).
c. Tawallud min mamluk : segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut. Contoh : bulu domba menjadi milik pemilik domba. Dibagi dua :
o I’tibar wujud al ikhtiyar wa ’adamihi fiha : mengingat ada dan tidak adanya ikhtiar terhadap hasil-hasil yang dimiliki.
o I’tibar atsariha : pandangan terhadap bekasnya.
Dari segi ikhtiar, sebab memiliki (malaiyah) dibagi dua macam :
- Ikhiyariyah : sesuatu yang manusia mempunyai hak ikhtiar dalam mewujudkannya. Sebab-sebabnya : ikhraj al mubahat dan ’uqud.
- Jabariyah : sesuatu yang senantiasa tidak mempunyai ikhtiar dalam mewujudkannya. Sebab-sebabnya : irts dan tawallud min al mamluk.
d. Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun. Contoh : dari Umar ra ”sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun. Hanafiyah berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang, maka orang itu berhak memilikinya.

5. Klasifikasi Milik

Dalam Fiqh Muamalah, milik terbagi dua :
1) Milk tam : suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya baik benda dan kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh salah satunya melalui jual beli.
2) Milk naqishah : bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut, yaitu memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya yang disebut raqabah atau memiliki manfaatnya saja tanpa memiliki bandanya yang disebut milik manfaat atau hak guna pakai dengan cara i’arah, wakaf, dan washiyah.

Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :
1) Milk al ’ain / milk al raqabah : memiliki semua benda, baik benda tetap (ghair manqul) dan benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul). Contoh : pemilikan rumah, kebun, mobil dan motor.
2) Milk al manfaah : seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Contoh : benda pinjaman, wakaf, dll.
3) Milk al dayn : pemilikan karena adanya utang. Contoh : sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan.

Dari segi cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :
1) Milk al mutamayyiz : sesuatu yang berpautan dengn yang lain, yang memilki batasan-batasan, yang dapat memisahkannya dari yang lain. Contoh : antara sebuah mobil dan seekor kerbau sudah jelas batas-batasnya.
2) Milk al syai’ atau milk al musya : milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu. Contoh : memiliki sebagian rumah, seekor sapi yang dibeli oleh 5 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.

6. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Hak Milik

a. Barang Titipan
Beberapa pengertian tentang barang titipan ;
• Ibarah seseorang menyempurnakan harta kepada yang lain untuk dijaga secara jelas atau dilalah.
• Akad yang intinya minta pertologan kepada seseorang dalam memelihara harta penitip.
Bila seseorang menerima benda-benda titipan, sudah sangat lama waktunya, sehingga ia tidak lagi menetahui dimana atau siapa pemilik benda-benda titipan tersebut dan sudah berusaha mencarinya dengan cara yang wajar, namun tidak dapat diperoleh keterangan yang jelas, maka benda-benda titipan tersebut tidaklah langsung menjadi hak miliknya akan tetapi digunakan untuk kepentingan agama Islam.

b. Barang Temuan
Barang temuan didefinisikan sebagai ”sesuatu yang ditemukan atau didapat” atau lebih jelasnya ”sesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga dan yang menemukan tidak mengetahui mustahiqnya.”
Hadits yang berkaitan dengan barang temuan berbunyi ”Beritahukanlah selama satu tahun, jika telah kau temui pemiliknya, serahkanlah kepadanya, jika tidak, maka itu menjadi milikmu.”

c. Pemberian
Pengertian hibah adalah sebagai berikut ”perlewatannya untuk melewatkannya dari tangan kepada yang lain” intinya sebagai pemberian dari seseorang kepada orang lain baik dalam bentuk hibah, shadaqah, washiat, dan hadiah. Dalam kesemuanya, terjadi perpindahan hak milik suatu harta dan haram untuk diminta kembali oleh orang yang memberikan. Hadits Rasulullah SAW yang berkaitan dengan hibah ”Orang yang meminta kembali benda-benda yang telah diberikan sama dengan anjing yang muntah kemudian memakan kembali muntahannya itu.” (Muttafaq alaih).

7. Contoh Kasus tentang Hak Milik
Pemilikan Pribadi yang Bertentangan dengan Kepentingan Umum dan Masyarakat.

Hendaknya pemilikan pribadi itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan masyarakat. Apabila ternyata bertentangan maka harus dicabut dari pemiliknya secara ridha (baik-baik) atau secara paksa, tetapi tetap harus diganti secara adil. Karena kemaslahatan (kepentingan) bersama itu lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi. Pernah terjadi pada masa Umar RA, bahwa beliau ingin mengadakan perluasan Masjidil Haram, yaitu ketika jamaah banyak dan tempatnya tidak lagi memadai. Umar berkeinginan membeli sebagian rumah yang ada kebunnya, tetapi pemiliknya menolak untuk menjualnya, dan mereka tetap tidak mau. Maka Umar mengambilnya dari mereka secara paksa dan di masukkan ke bagian masjid, kemudian nilai uangnya diletakkan di tempat penitipan Ka'bah sehingga pemiliknya mengambil uang itu setelah beberapa waktu. Ini juga pernah terjadi pada Utsman RA.
Demikian juga apabila terdesak oleh keperluan atau kepentingan untuk menentukan lokasi pembuatan rumah sakit, pabrik, bandara, sekolahan atau yang lainnya yang berkaitan dengan kepentingan bersama, maka tidak boleh bagi pemiliknya untuk menolak menjualnya asal dengan harga yang wajar. Apabila ia menolak maka penguasa berhak memaksanya untuk menerima, berdasarkan keputusan pengadilan khusus yang menyelesaikan perkara antara negara dan rakyat ketika terjadi perselisihan.

Daftar Pustaka

http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Masyarakat/MilikPribadi.html
http://www.halalguide.info/content/view/123/55/
Suhendi, Hendi, Dr. H. M.Si., Fiqh Muamalah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2005.

Disampaikan pada matakuliah Fiqh Muamalah STEI Tiara Jakarta, dibawakan oleh Dr. Hj. Helda Rahmi Sina, Lc. M.A. pada Semester Ganjil 2007/2008

No comments: