Ushul fiqh =
dalil yang bersifat ijmali tentang cara untuk mengambil hukum dari dalil2 dan
perihal tentang mujtahid yaitu orang yang mengambil hukum dari dalil.
Dalil
terbagi dua:
1. Adillah al muttafaq ‘alaiha adalah dalil yang disepakati : Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas
1. Adillah al muttafaq ‘alaiha adalah dalil yang disepakati : Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas
2. Adillah
al mukhtalaf fiiha adalah dalil yang berbeda pendapat antar para ulama apakah
dapat dijadikan dalil atau tidak. Terdiri dari: qaul as shahabi, al maslahah al
mursalah, saddu az zari ah, istihsan, al ‘urf
ADILLAH AL
MUKHTALAF FIIHA
QAUL AS
SHAHABI
Qaul
as-shahabi adalah perkataan (dan perbuatan) para sahabat yang tidak
diriwayatkan oleh Rasulullah SAW
Shahabi menurut
ahli hadits = orang yang hidup dalam masa yang sama dan telah bertemu dengan
Rasulullah dan beriman pada Islam.
Definisi shahabi
menurut Imam Ushul Fiqh = seperti definisi menurut ahli hadits ditambah dengan:
lama bergaul dengan Rasulullah SAW. Sehingga kemungkinan perkataan atau
perbuatannya berasal dari contoh Rasulullah tetapi tidak cukup yakin untuk
menisbahkannya kepada Nabi.
Contoh: Raja
Najasyi kenal dengan Rasulullah dan saat raja meninggal Rasulullah shalat ghaib
atasnya. Rasulullah hanya sekali shalat ghaib seumur hidupnya yaitu pada saat
tersebut, karena meninggalnya di Negara Nasrani dan berarti belum dishalatkan
jenazah sehingga Rasul melakukan shalat ghaib. Pada saat ini jika ada mayat
yang belum ditemukan dan sekiranya belum dishalatkan jenazah maka dilakukan
shalat ghaib.
Thabi’in = orang
yang bertemu dengan shahabat nabi dan tidak bertemu dengan Rasul sendiri.
Contoh
ibadah yang berasal dari qaul shahabi: shalat tarawih berjamaah dilakukan Umar
bin Khatab. Contoh muamalah yang berasal dari Qaul as shahabi: berdasarkan
dalil Umar bin Khatab yaitu meminta dp untuk pembelian suatu barang, kemudian
dalam waktu tertentu tidak dilunasi maka menjadi milik penjual dan jika dibeli
maka dipenuhi pembayarannya. Syafiiyah menyatakan DP tidak boleh karena mengandung
gharar. Menurut Hanabilah DP boleh berdasarkan qaul shahabat (atsar) bahwa Umar
bin Khatab memerintahkan gubernur membeli tanah dan dibayar dimuka 4000 dinar dan
diketahui oleh Umar dan disetujui, untuk imbalan barang yang ditahan karena
sudah dipesan.
Contoh lainnya
adalah rujuk dari hibah. Penarikan kembali barang yang sudah diberikan kepada
orang lain “orang yang mengambil kembali pemberiannya seperti orang yang
memakan muntah anjing” sehingga tidak boleh mengambil kembali pemberian. Tetapi
membatalkan janji untuk memberikan hibah sebelum diberikan boleh berdasarkan
perlakuan Abu Bakar as Shiddiq menghadiahkan panen kurma sebanyak 3 ton dan belum
diterima oleh Aisyah dan ketika mendekati wafat dibatalkan hibahnya dan
kurmanya dijadikan harta waris.
MASLAHAH
MURSALAH
Maslahah
mursalah adalah cikal bakal dan bagian penting dari pembahasan maqashid
syariah. Kebaikan yang jelas tetapi tidak ada dalil khususnya, tetapi ada dalil
umum. Contoh: melanggar lampu merah tidak ada dalil khususnya tetapi ada dalil
umum untuk menjaga nyawa manusia. Jika ada dalil khususnya dan ada maslahatnya
(kebaikan) tidak termasuk maslahah mursalah, yang termasuk adalah yang tidak
ada dalil khususnya tetapi ada kebaikannya.
SADDU AZ
ZARI AH
Menutup
jalan kemungkaran, yang sebelum ditutup masih dibolehkan.
Contohnya: menjual
anggur asalnya boleh, tetapi menjualnya ke pabrik minuman keras tidak
dibolehkan karena akan dibuat menjadi bahan baku minuman keras yang diharamkan.
Contoh lain:
bai’ inah pada dasarnya dibolehkan karena merupakan jual beli tetapi kemudian diharamkan
karena menghantarkan pada riba.
*Bai’ul
‘Inah adalah jual-beli dengan cara ‘Inah, yaitu menjual barang dengan harga
tunda lalu membelinya kembali dengan harga lebih rendah namun kontan. Contoh, A
berkata kepada B, “Saya jual motor ini, kepadamu dengan harga 10.000 Rupiah
dibayar tiga bulan kemudian.” B menjawab, “Ya, saya terima.” Selanjutnya A
berkata lagi kepada B, “Bagaimana kalau motor itu saya beli dengan kontan tapi
dengan harga 8.000 Rupiah saja?” B menjawab, “Ya.” Alhasil motor kembali ke
tangan A dan B mendapatkan uang 8.000 Rupiah namun harus tetap memikul hutang
10.000 Rupiah.
Contoh lain:
bai’ wafa’ yaitu suatu transaksi (akad) jual-beli dimana penjual mengatakan
kepada pembeli: saya jual barang ini dengan hutang darimu yang kau berikan
padaku dengan kesepakatan jika saya telah melunasi hutang tersebut maka barang
itu kembali jadi milikku lagi. Suatu akad dimana seorang yang membutuhkan uang
menjual barang yang tidak dapat dipindah-pindah (real estate/property /`aqar)
dengan kesepakatan kapan ia dapat mengembalikan harga barang tersebut maka ia
dapat meminta kembali barang itu.
Contoh:
suami mentalak 3 istri saat suami akan meninggal, pada dasarnya talak 3
dibolehkan tetapi karena tujuan suami menghalangi istri mendapatkan waris maka
istri tetap dapat waris.
ISTIHSAN
Istihsan
dari kata hasan yaitu menganggap baik, baik menurut seseorang. Menganggap baik
sesuatu berarti membuat syariat, menurutnya baik tetapi tidak dapat
menyampaikan sesuatu dalil khusus.
Contoh
istihsan mengenai sisa minuman burung buas, seperti sisa burung elang burung gagak
dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan
istihsan. Menurut qiyas jali sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan
burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang telah
bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya. Binatang
buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat
minumnya. Menurut qiyas khafi bahwa burung buas itu berbeda mulutnya dengan
mulut binatang huas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram
dimakan, sedang mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri atas tulang atau
zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena itu sisa
minum burung buas itu tidak bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab
diantara oleh paruhnya, demikian pula air liurnya. Dalam hal ini keadaan yang
tertentu yang ada pada burung buas yang membedakannya dengan binatang buas.
Berdasar keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas
khafi, yang disebut istihsan.
AL ‘URF
‘Urf adalah
adat istiadat. Tahlilan merupakan adat, kebolehannya menjadi dalil masih
diperselisihkan. Adat istiadat boleh dijadikan dalil bila tidak bertentangan
dengan Quran dan dalil yang lain. Bila adat menyalahi nash maka tidak dapat
dijadikan dalil. Contoh adat melempar beras dalam acara pernikahan tidak boleh
karena bertentangan dengan nash yaitu tidak boleh membuang2 harta (walaupun
sedikit). Adat istiadat dapat menjadi dalil jika tidak bertentangan dengan nash
dan tidak ada disebutkan khusus dalam nash.
Contoh ‘urf
yang dapat dijadikan dalil: qabdh. Qabdh berdasarkan ‘urf dapat dilakukan
seperti: membeli bedroom set, pembeli telah membayar tetapi tidak ada
kesepakatan untuk mengantar dan ditunggu tidak diantar2 juga, kesalahan ada di
penjual karena ‘urfnya biasanya diantar walaupun belum disebutkan untuk
diantar, dalam hal ini adat yang menentukan boleh atau tidaknya.
Contoh ‘urf
yang tidak dapat dijadikan dalil: yaitu menggadaikan sawah ketika meminjam uang
dan sawahnya digunakan oleh pemberi pinjaman selama pinjaman belum dikembalikan
berdasarkan adat. Hal ini tidak dapat dijadikan dalil karena ada dalil dalam
nash yang melarangnya yaitu ayat Quran yang mengharamkan riba dan ini termasuk
riba yaitu keuntungan yang didapatkan dari pinjaman yang diberikan.
Contoh adat
yang dilarang: kebiasaan memberi tips kepada pekerja yang sudah menerima gaji
tidak dibolehkan karena ada nashnya yang melarang petugas / pejabat menerima
hadiah. Kasus Abu Yusuf yang menerima hadiah dari salah satu pihak yang
bersengketa ketika beliau menjadi hakim, walaupun hadiahnya dikembalikan tetapi
perasaannya tetap berbeda sehingga menyebabkan Abu Yusuf mengundurkan diri
sebagai hakim.
ISTISHAB
SYAR’U MAN
QABLANA
Tugas baca
yang kurang
Dosen: Dr.
Erwandi Tarmizi, MA
No comments:
Post a Comment