Lanjutan Bab
Adillah Al Mukhtalaf Fiih
SYAR’U MAN
QABLANA
Syar’u man
qablana adalah syariat nabi2 sebelum Nabi Muhammad SAW merupakan dalil, tetapi
tidak semuanya yang dapat dijadikan dalil. Contoh syariat Nabi Sulaiman
memiliki 100 istri, tidak dapat dijadikan dalil karena telah dibatalkan dalam
Quran yaitu menikahi istri hanya boleh 2 3 4 sehingga dalil 100 istri sudah
dibatalkan. Dalil yang boleh dipakai adalah yang belum dibatalkan oleh syariat
Islam. Tetapi tidak dapat pula membaca Injil dan Taurat yang ada sekarang untuk
mencari hukum karena kemurniannya sudah tidak dijamin dan tidak meyakinkan
riwayat mutawatirnya. Hanya Quran yang dijamin kemurniannya dijaga oleh Allah,
dan juga ada keterangan dalam Quran bahwa kitab lain telah dirubah oleh umatnya
sendiri.
Syar’u man
qablana yang boleh dijadikan dalil adalah yang tidak dinasakhkan oleh Quran dan
Sunnah dan dapat diyakinkan keasliannya. Keasliannya dapat diketahui yaitu yang
dijelaskan dalam Quran dan yang dijelaskan dalam hadits yang shahih.
Contoh syar’u
man qablana dalam muamalah yaitu untuk kafalah / dhaman yaitu dalam kisah nabi
Yusuf “siapa yang membawa tanda emas dari raja maka boleh membawa makanan dan
dijamin oleh nabi Yusuf”.
Meminjam
uang atau menjual barang secara tidak tunai dan tidak menuliskannya dibolehkan
karena walaupun dalam Quran menganjurkan untuk menulis tetapi dalam hadits dikisahkan
nabi terdahulu melakukannya tanpa saksi kecuali saksi Allah sehingga boleh
tanpa ditulis dan tanpa disaksikan manusia tetapi disaksikan oleh Allah.
Keduanya
merupakan syar’u man qablana karena Quran atau hadits yang menceritakannya dan
tidak ada yang membatalkannya.
Contoh: nabi
Syuaib sebagai bapak 2 orang gadis ingin menikahkan anaknya kepada nabi Musa jika
bekerja untuknya selama 8 atau 10 tahun. Hal ini merupakan dalil ijarah yang
merupakan bagian dari syar’u man qablana dan juga dalil untuk menjadi mahar
menikahkan anaknya yang dibayar secara tidak tunai.
ISTISHAB
Adalah menetapkan
sesuatu menurut keadaan sebelumnya sampai terdapat yang merubahnya.
Contoh
istishab dalam muamalat yaitu jika ada pengadilan yang meminta membayar hutang
tetapi orang tersebut mengakui tidak berhutang maka dimenangkan tidak mempunyai
hutang karena manusia pada dasarnya tidak memiliki hutang, kemudian jika dia
mengakui pernah berhutang 9 juta maka menjadi berhutang, dan jika yang
memberikan hutang mengatakan 10 juta maka yang dimenangkan adalah yang 10 juta
karena lebih kuat.
Maka pada
kasus tersebut hukum asalnya manusia sejak lahir tidak berhutang, dan dicari
dalil berikutnya yang merubah keadaan asal.
Contoh kasus bank garansi yaitu pada
dasarnya hukum muamalah adalah boleh, kemudian dicari apakah ada dalil yang
merubahnya yaitu yang menyatakan tidak bolehnya riba jika bank garansinya akan
diambil dari pinjaman bank maka feenya berakhir pada riba. Hukum asalnya boleh
tetapi karena ada ribanya maka ada larangan riba menjadi haram.
Contoh kasus jual beli online, hukum
asalnya muamalah adalah boleh, jika tidak ada ghararnya atau ghararnya dapat
diminimalisir dengan menjelaskan spesifikasi barang, maka jika tidak ada gharar
tidak ada pula madharat.
Penggunaan dalam muamalat banyak didapatkan
dalam kasus sengketa.
Hukum awal dalam istishab adalah dalil
aqli, bukan dalil naqli.
BAB CARA PENGAMBILAN HUKUM
Definisi
ushul fiqh: dalil2 yang bersifat umum kemudian cara2 mengambil hukum dari
dalil2 tersebut.
Ada 3 bagian
dalam ushul fiqh:
1. dalil2
yang bersifat ijmaliy (global)
2. cara
mengambil hukum dari dalil2 tersebut
3. dalalatul
alfaadz yaitu maksud dari lafadz2 dalam bahasa arab yang diketahui maknanya
Kalimat
dalam Quran ada yang berupa berita (khabar) ada yang berupa perintah. Khabar
mengandung benar dan dusta, sedangkan perintah mengandung perintah untuk
meninggalkan (nahy) dan perintah untuk mengerjakan (amr).
AMR &
NAHY
Definisi
perintah untuk mengerjakan / AMR yaitu tholabul fi’l yaitu tuntutan untuk
melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah derajatnya,
dengan kata2 dalam Quran atau hadits.
Cara mengetahui
kalimat menunjukkan perintah yaitu:
1. Adanya
shighat fiil amr, kata kerja yang menunjukkan perintah. Contoh fiil amar: iqra’,
dhaarib.
2. Tidak ada
fiil amar tetapi ada kata2 lam sebelumnya
3. Menggunakan
kata2 li yaitu memerintahkan tetapi tidak ada orangnya yaitu memerintah orang
ketiga
Hukum
asalnya wajib jika tidak ada yang menggantinya.
Beberapa
hukum tentang fiil amar:
- Perintah yang mutlak menjadikan yang diperintahkannya menjadi wajib. Contoh: faktubuuhu, jika berhutang maka tulislah. Pada dasarnya wajib menulis transaksi yang tidak tunai atau berhutang dan jika tidak dilakukan berdosa, tetapi ada dalil hadits yang menjadikannya tidak wajib yaitu cerita tentang nabi yang berhutang kepada yahudi dan tidak ada saksi dan tidak ditulis. Tidak menjadi wajib lagi karena ada dalil yang mengeluarkannya dari hukum asalnya.
- Perintah yang mutlak menjadikan yang diperintahkannya menjadi wajib. Contoh: faktubuuhu, jika berhutang maka tulislah. Pada dasarnya wajib menulis transaksi yang tidak tunai atau berhutang dan jika tidak dilakukan berdosa, tetapi ada dalil hadits yang menjadikannya tidak wajib yaitu cerita tentang nabi yang berhutang kepada yahudi dan tidak ada saksi dan tidak ditulis. Tidak menjadi wajib lagi karena ada dalil yang mengeluarkannya dari hukum asalnya.
- Setiap
perintah harus dilakukan sesegera mungkin. Contoh: orang yang mampu tetapi
menunda membayarnya maka berdosa.
- Setiap
perintah cukup dilakukan sekali dan tidak dilakukan berulang2 kecuali ada dalil
harus berulang2.
- Perintah
setelah larangan tidak berarti wajib. Contoh: QS bila selesai dari ihram maka
berburulah, berburu tidak wajib. Contoh QS dilarang mendekati istri bila haid,
dan jika selesai gaulilah. Ini tidak wajib karena sebelum perintah ada
larangan. Contoh hadits “dulu aku melarang menyimpan daging qurban lebih dari 3
hari, sekarang simpanlah” menyimpannya tidak wajib tetapi boleh karena sebelum
perintah ada larangan. Sebaiknya qurban dibagi 3 yaitu disimpan untuk keluarga,
dibagikan untuk yang membutuhkan, dan dibagikan untuk yang tidak membutuhkan
sebagai hadiah.
Kisi2 UTS:
pengertian dan aplikasinya dalam muamalat.
Dosen: Dr.
Erwandi Tarmizi, MA
No comments:
Post a Comment