Saturday, March 29, 2014

PASCA: Ushul Fiqh (5) lanjutan Adillah Mukhtalaf Fiih, & Bab Amr



Lanjutan Bab Adillah Al Mukhtalaf Fiih

SYAR’U MAN QABLANA

Syar’u man qablana adalah syariat nabi2 sebelum Nabi Muhammad SAW merupakan dalil, tetapi tidak semuanya yang dapat dijadikan dalil. Contoh syariat Nabi Sulaiman memiliki 100 istri, tidak dapat dijadikan dalil karena telah dibatalkan dalam Quran yaitu menikahi istri hanya boleh 2 3 4 sehingga dalil 100 istri sudah dibatalkan. Dalil yang boleh dipakai adalah yang belum dibatalkan oleh syariat Islam. Tetapi tidak dapat pula membaca Injil dan Taurat yang ada sekarang untuk mencari hukum karena kemurniannya sudah tidak dijamin dan tidak meyakinkan riwayat mutawatirnya. Hanya Quran yang dijamin kemurniannya dijaga oleh Allah, dan juga ada keterangan dalam Quran bahwa kitab lain telah dirubah oleh umatnya sendiri.

Syar’u man qablana yang boleh dijadikan dalil adalah yang tidak dinasakhkan oleh Quran dan Sunnah dan dapat diyakinkan keasliannya. Keasliannya dapat diketahui yaitu yang dijelaskan dalam Quran dan yang dijelaskan dalam hadits yang shahih.

Contoh syar’u man qablana dalam muamalah yaitu untuk kafalah / dhaman yaitu dalam kisah nabi Yusuf “siapa yang membawa tanda emas dari raja maka boleh membawa makanan dan dijamin oleh nabi Yusuf”.
Meminjam uang atau menjual barang secara tidak tunai dan tidak menuliskannya dibolehkan karena walaupun dalam Quran menganjurkan untuk menulis tetapi dalam hadits dikisahkan nabi terdahulu melakukannya tanpa saksi kecuali saksi Allah sehingga boleh tanpa ditulis dan tanpa disaksikan manusia tetapi disaksikan oleh Allah.
Keduanya merupakan syar’u man qablana karena Quran atau hadits yang menceritakannya dan tidak ada yang membatalkannya.
Contoh: nabi Syuaib sebagai bapak 2 orang gadis ingin menikahkan anaknya kepada nabi Musa jika bekerja untuknya selama 8 atau 10 tahun. Hal ini merupakan dalil ijarah yang merupakan bagian dari syar’u man qablana dan juga dalil untuk menjadi mahar menikahkan anaknya yang dibayar secara tidak tunai.

ISTISHAB

Adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya sampai terdapat yang merubahnya.
Contoh istishab dalam muamalat yaitu jika ada pengadilan yang meminta membayar hutang tetapi orang tersebut mengakui tidak berhutang maka dimenangkan tidak mempunyai hutang karena manusia pada dasarnya tidak memiliki hutang, kemudian jika dia mengakui pernah berhutang 9 juta maka menjadi berhutang, dan jika yang memberikan hutang mengatakan 10 juta maka yang dimenangkan adalah yang 10 juta karena lebih kuat.
Maka pada kasus tersebut hukum asalnya manusia sejak lahir tidak berhutang, dan dicari dalil berikutnya yang merubah keadaan asal.
Contoh kasus bank garansi yaitu pada dasarnya hukum muamalah adalah boleh, kemudian dicari apakah ada dalil yang merubahnya yaitu yang menyatakan tidak bolehnya riba jika bank garansinya akan diambil dari pinjaman bank maka feenya berakhir pada riba. Hukum asalnya boleh tetapi karena ada ribanya maka ada larangan riba menjadi haram.
Contoh kasus jual beli online, hukum asalnya muamalah adalah boleh, jika tidak ada ghararnya atau ghararnya dapat diminimalisir dengan menjelaskan spesifikasi barang, maka jika tidak ada gharar tidak ada pula madharat.
Penggunaan dalam muamalat banyak didapatkan dalam kasus sengketa.
Hukum awal dalam istishab adalah dalil aqli, bukan dalil naqli.


BAB CARA PENGAMBILAN HUKUM

Definisi ushul fiqh: dalil2 yang bersifat umum kemudian cara2 mengambil hukum dari dalil2 tersebut.
Ada 3 bagian dalam ushul fiqh:
1. dalil2 yang bersifat ijmaliy (global)
2. cara mengambil hukum dari dalil2 tersebut
3. dalalatul alfaadz yaitu maksud dari lafadz2 dalam bahasa arab yang diketahui maknanya

Kalimat dalam Quran ada yang berupa berita (khabar) ada yang berupa perintah. Khabar mengandung benar dan dusta, sedangkan perintah mengandung perintah untuk meninggalkan (nahy) dan perintah untuk mengerjakan (amr).

AMR & NAHY

Definisi perintah untuk mengerjakan / AMR yaitu tholabul fi’l yaitu tuntutan untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah derajatnya, dengan kata2 dalam Quran atau hadits.
Cara mengetahui kalimat menunjukkan perintah yaitu:
1. Adanya shighat fiil amr, kata kerja yang menunjukkan perintah. Contoh fiil amar: iqra’, dhaarib.
2. Tidak ada fiil amar tetapi ada kata2 lam sebelumnya
3. Menggunakan kata2 li yaitu memerintahkan tetapi tidak ada orangnya yaitu memerintah orang ketiga
Hukum asalnya wajib jika tidak ada yang menggantinya.

Beberapa hukum tentang fiil amar:
- Perintah yang mutlak menjadikan yang diperintahkannya menjadi wajib. Contoh: faktubuuhu, jika berhutang maka tulislah. Pada dasarnya wajib menulis transaksi yang tidak tunai atau berhutang dan jika tidak dilakukan berdosa, tetapi ada dalil hadits yang menjadikannya tidak wajib yaitu cerita tentang nabi yang berhutang kepada yahudi dan tidak ada saksi dan tidak ditulis. Tidak menjadi wajib lagi karena ada dalil yang mengeluarkannya dari hukum asalnya.
- Setiap perintah harus dilakukan sesegera mungkin. Contoh: orang yang mampu tetapi menunda membayarnya maka berdosa.
- Setiap perintah cukup dilakukan sekali dan tidak dilakukan berulang2 kecuali ada dalil harus berulang2.
- Perintah setelah larangan tidak berarti wajib. Contoh: QS bila selesai dari ihram maka berburulah, berburu tidak wajib. Contoh QS dilarang mendekati istri bila haid, dan jika selesai gaulilah. Ini tidak wajib karena sebelum perintah ada larangan. Contoh hadits “dulu aku melarang menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari, sekarang simpanlah” menyimpannya tidak wajib tetapi boleh karena sebelum perintah ada larangan. Sebaiknya qurban dibagi 3 yaitu disimpan untuk keluarga, dibagikan untuk yang membutuhkan, dan dibagikan untuk yang tidak membutuhkan sebagai hadiah.

Kisi2 UTS: pengertian dan aplikasinya dalam muamalat.

Dosen: Dr. Erwandi Tarmizi, MA

No comments: