Thursday, March 20, 2014

PASCA: Ushul Fiqh dan Maqashid (4)

Pengertian Adillah Mukhtalaf fiiha
Bentuk-bentuk Adillah Mukhtalaf fiiha, yaitu: Qaul As Shahabi, Syar'u man qablana, istihsan, istishhab, mashalih murasalah dan syaddu al zari'ah


Adillah mukhtalaf fiih: dalil2 yang masih diperdebatkan / diperselisihkan
Bentuk2nya yaitu:
- qaul as shahabi = perkataan sahabat
- syar'u man qablana = syariat / hukum nabi2 sebelum nabi Muhammad
- istihsan = mencari yang baik = tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya
istishhab = selalu menyertai = apa yang pernah berlaku secara tetap pada masa lalu pada prinsipnya berlaku pada masa selanjutnya
mashalih murasalah = maslahah mursalah = sesuatu yang baik menurut akal, dengan pertimbangan dapat mewujudkan keba­ikan (maslahah) dan menghindari keburukan (mafsadat)
- syaddu al zari'ah = menutup jalan kemungkaran = sesuatu yang secara lahiriah hukumnya boleh, namun hal itu akan menuju kepada hal-hal yang di­larang






Adillah al-ahkam al-muttafaq ‘alaiha, adalah terdiri atas al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’, dan qiyas. Sedangkan adillah al-ahkam al-mukhtalaf fih terdiri atas istihsan, istishab, mashlahah al-mursalah, al-‘urf, sadd al-dzari’ah, madzhab shahabi, dan syar’u man qablana.
sumber: http://asayuti.blogspot.com/2012/02/ushul-fiqh.html

Sebelum datangnya agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, terlebih dahulu datang agama-agama lain yang bibawa oleh nabi-nabi sebelumnya, seperti nabi Ibrahim, nabi Daud, nabi Musa dan nabi Isa beserta syari’at atau hukum-hukum yang mengatur kehidupan pada masa itu.
Untuk mengetahui lebih lanjutnya tentang syari’at atau yang biasa disebut syar’u man qablana masih berlaku atau tidak pada masa sekarang, maka kami akan menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan syar’u man qablana, pendapat para ulama terhadap syar’u man qablana dan bagaimana ketetapan syar’u man qablana dalam penetapan hukum pada zaman sekarang.

http://anugerah-aydiel.blogspot.com/2012/10/pengertian-syaru-man-qablana.html

Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik atau mencari yang baik. Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara’.
Jadi singkatnya, istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya.

Maslahah mursalah terdiri atas dua kata, yaitu  مَصْلَحَةٌdanمُرْسَلَةٌ  Secara harfiah, maslahah artinya kebaikan, kemanfaatan, keuntungan, atau terlepas dari kerusakan. Sedangkan kata mursalah artinya terlepas dan terbebas, yaitu terlepas dan terbebas dari keterangan yang menun­jukkan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan.
Menurut istilah syara’, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Gazali dalam Kitab al-Musytasfa, maslahah mursalah adalah: Sesuatu yang tidak ada bukti baginya dari syara’ dalam bentuk nas yang membatalkannya dan tidak ada pula yang menetapkannya.
Jadi, maslahah mursalah adalah sesuatu yang tidak ada nas hukum­nya dalam Al-Qur’an ataupun hadis. Maslahah mursalah adalah sesuatu yang baik menurut akal, dengan pertimbangan dapat mewujudkan keba­ikan (maslahah) dan menghindari keburukan (mafsadat). Sesuatu yang baik menurut akal sehat pada hakikatnya tidak bertentangan dengan tujuan syara’ secara umum. Dengan demikian, prinsip umum maslahah mursalah adalah menarik manfaat dan menghindari kerusakan bagi kehidupan. Maslahah mursalah sering disebut juga istislah.

Dilihat dari segi bahasa, kata istishab artinya “selalu menyertai”. Sedangkan secara istilah, sebagaimana yang dikernukakan oleh Imam as-Syaukani dalam kitabnya lrsyad al-Fukhbl, adalah: Apa yang pernah berlaku secara tetap pada masa lalu pada prinsipnya berlaku pada masa selanjutnya.
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa kata kunci yang dipakai ialah masa lalu dan masa yang akan datang. Artinya, sesuatu yang diberlakukan pada masa kini adalah sama secara hukum dengan yang diberlakukan pada masa lalu. Contohnya, kalian mempunyai harta ini. yang sah. Hak milik kalian tersebut akan menjadi hak kalian selama-lamanya sampai ada keadaan yang mengubahnya, seperti untuk membeli kebutuhan atau menghadiahkannya kepada orang lain.

Menutup Jalan Kemungkaran (Saddu ai-Zariah )           
Dilihat dari segi bahasa, kata  سَدُّالذِّرِيْعَةِterdiri atas dua kata, yaitu kata  الذَّرِيْعَةُyang artinya menutup dan kata   الذَّرِيْعَةُyang berarti jalan. Jadi, saddu al-dzari’ah, artinya menutup jalan. Akal akan berkata kalau jalan itu ditutup, semua arch yang menuju ke jalan itu tidak boleh dilalui.
Menurut istilah syara’, sebagaimana dikemukakan oleh Imam asy-Syaukani, saddu al-zarl”ah adalah “Sesuatu yang secara lahiriah hukumnya boleh, namun hal itu akan menuju kepada hal-hal yang di­larang”. Dari definisi tersebut, diperoleh gambaran secara jelas bahwa saddu al-dzari’ah merupakan usaha mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap satu kasus hukum yang pada dasarnya mubah (boleh). Dengan demikian, metode ini bersifat preventif atau usaha pencegahan. Artinya, segala sesuatu yang mubah tetapi akan menuju pada perbuatan yang haram, hukumnya menjadi haram. Bukankah selain mewujudkan masla­hat, tujuan hukum Islam adalah mencegah mafsadat?

http://fiqihituindah.wordpress.com/2012/11/16/sumber-hukum-islam-yang-mukhtalaf/

No comments: